Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kekisruhan penyaluran bantuan sosial terjadi di berbagai daerah.
Di Bogor, sejumlah penduduk mampu malah mendapat bantuan duit Rp 600 ribu.
KPK menduga kekisruhan terjadi karena tak ada pemutakhiran data kesejahteraan sosial.
SUASANA memanas di kantor Kelurahan Simpang Baru, Kecamatan Tampan, Pekanbaru, Riau, Ahad siang, 26 April lalu. Ketua Rukun Warga 5 Simpang Baru, Sutomo Marsudi, ngotot menolak menyalurkan bantuan dari Dinas Sosial Kota Pekanbaru yang ada di kantor kelurahan. Sebab, hanya ada 261 paket bantuan berisi enam kilogram beras, selusin telur, sepuluh bungkus mi instan, dan satu kaleng sarden.
Jumlah itu jauh di bawah data yang diserahkan Sutomo. Dia mencatat ada lebih dari 2.300 keluarga yang terkena dampak wabah corona. “Daripada nanti ribut, kami tolak,” kata Sutomo menceritakan peristiwa itu kepada Tempo, Selasa, 28 April lalu.
Menurut Sutomo, camat dan lurah sempat memaksa dia menerima bantuan itu. Pegawai kelurahan akan mengantar bantuan dengan mobil pikap didampingi pengurus rukun tetangga dan rukun warga. Sutomo menolak. Ia mengusulkan pembagian bantuan digelar di kantor kelurahan. Tapi Lurah Simpang Baru Jaspi Yubion menolak karena takut kantornya digeruduk massa. Akhirnya, bantuan pun tak jadi disalurkan.
Jaspi Yubion mengatakan bantuan itu berdasarkan data dari Dinas Sosial Pekanbaru. Data itu berisi daftar penduduk miskin dengan penghasilan di bawah Rp 500 ribu per bulan. Jaspi menilai data itu tak akurat karena sejumlah penerima bantuan masih bekerja. Ada pula yang memiliki kontrakan dalam jumlah banyak.
Menurut Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemerintah Kota Pekanbaru Irba Sulaiman, paket bahan kebutuhan pokok di Simpang Baru berasal dari kuota sekitar 15 ribu paket. Penerimanya disesuaikan berdasarkan hasil pengumpulan kartu keluarga setelah Pekanbaru menerapkan pembatasan sosial berskala besar pada 17 April lalu. Tercatat ada 139 ribu keluarga yang menyerahkan kartu keluarga. Menurut Irba, jumlah itu naik drastis dari perkiraan awal sebanyak 39 ribu keluarga. “Kami terus melakukan verifikasi. Dan 15 ribu paket yang dibagikan merupakan hasil pengecekan keakuratan data di lapangan,” ujarnya.
Kekisruhan pembagian bantuan sosial terjadi di berbagai wilayah yang menerapkan pembatasan sosial berskala besar. Di Ibu Kota, sejumlah penduduk yang tergolong mampu secara ekonomi juga menerima bantuan. Pemerintah Jakarta Timur, misalnya, menarik 9.205 bantuan yang diberikan pemerintah DKI Jakarta dan 390 paket bahan kebutuhan pokok dari Kementerian Sosial. Wali Kota Jakarta Timur Muhammad Anwar mengatakan para penerima bantuan itu rata-rata masih bekerja serta memiliki rumah dan kendaraan. “Kami tarik karena tidak tepat sasaran,” ujarnya pada Kamis, 30 April lalu.
Dalam pembagian bantuan sosial tahap pertama pada 9-24 April lalu, sejumlah warga yang tinggal di kawasan elite dan memiliki kendaraan juga mendapat bantuan dari pemerintah DKI. Isinya lima kilogram beras, dua kaleng sarden, minyak goreng, dua masker kain, dan dua batang sabun, dengan nilai Rp 149.500. Paket itu akan dibagikan empat kali dalam satu bulan. Pemerintah Jakarta mengalokasikan dana jaring pengaman sosial sebesar Rp 7,6 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Petugas memeriksa data warga penerima paket bantuan sosial berupa kebutuhan pokok dari Presiden RI sebelum didistribusikan kepada warga terdampak COVID-19 di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, 28 April lalu./ TEMPO/Nita Dian
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di Perumahan Ciomas Hills, Ciomas, Bogor, Jawa Barat, Syamsul Budiman menerima pemberitahuan dari pengurus RT 04 pada Ahad, 26 April lalu, bahwa ia akan menerima bantuan uang senilai Rp 600 ribu dari Kementerian Sosial. Ia tak perlu repot karena duit itu akan diantarkan PT Pos Indonesia langsung ke depan rumahnya. Karyawan swasta di bidang kehutanan itu tak mengetahui alasan dia bakal mendapat bantuan tersebut. Yang jelas, dia merasa tak perlu mendapat bantuan sosial. “Mau dikembalikan tidak bisa karena langsung diantar ke depan rumah,” kata Syamsul. Hidayat, warga Ciomas Hills lainnya, juga mengaku menerima bantuan tersebut.
Sehari setelah menerima kabar itu, Syamsul dan warga Ciomas Hills lainnya memutuskan akan menyerahkan bantuan tersebut kepada Ketua RT 04. Nantinya, duit itu akan dibagikan kepada penghuni kompleks yang benar-benar terkena dampak wabah corona. Diperkirakan ada 19 dari 200 keluarga di Ciomas Hills yang membutuhkan bantuan. Syaratnya, penerima wajib menandatangani surat pernyataan pengalihan bantuan.
Di Kampung Makrik, Kelurahan Bojong Rawalumbu, Kota Bekasi, Katmo, 55 tahun, tak kunjung menerima bantuan sosial. Ketua RT setempat sebenarnya sudah mengupayakan Katmo mendapat bantuan. Namun, sebagai pendatang dari Sukabumi, ia tak memiliki identitas Kota Bekasi. “Pengurus RT meminta kartu tanda penduduk dan kartu keluarga. Tapi tidak dijamin dapat,” ujarnya pada Kamis, 30 April lalu.
Tinggal di rumah semipermanen, Katmo tak memiliki duit lagi. Sudah dua pekan dia dirumahkan oleh tempatnya bekerja, perusahaan pengembang properti. Gajinya selama dua bulan juga tak dibayar. Ia terpaksa berutang ke sana-sini agar bisa makan bersama istri dan anaknya.
Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi Pahala Nainggolan mengatakan tim koordinasi dan supervisi pencegahan sudah mengingatkan daerah supaya menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial. Pahala juga meminta pemerintah daerah memutakhirkan data tersebut agar bantuan tepat sasaran. Apalagi sejumlah daerah memiliki keterbatasan anggaran. “Kekisruhan terjadi karena pemerintah daerah malas memutakhirkan data,” ujar Pahala.
Pemerintah pun mengakui penyaluran bantuan sosial ini tersendat karena data rujukan yang dipakai berasal dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial. Data itu terakhir kali dimutakhirkan pada 2015. Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial Hartono Laras mengatakan pemerintah daerah bisa memperbaiki data tersebut. “Kalau ada keluarga yang pantas mendapat bantuan, bisa diusulkan.”
Selain ada persoalan data, sejumlah pemerintah daerah khawatir membagikan bantuan sosial karena terganjal sejumlah aturan. Bupati Bolaang Mongondow Timur, Sulawesi Utara, Sehan Salim Landjar, mengatakan pada Sabtu, 25 April lalu, sempat terjadi kekisruhan di Desa Iyok, Kecamatan Nuangan. Penyebabnya, para penerima bantuan Program Keluarga Harapan tak boleh lagi mendapat bantuan dari pemerintah daerah. Padahal bantuan dari pemerintah pusat belum tiba. Bantuan berupa beras, minyak, dan ikan kemasan kaleng dari pemerintah daerah pun sempat tertahan selama tiga jam.
Akhirnya, Sehan memutuskan penduduk yang tercatat sebagai penerima bantuan dari pusat bisa mendapat paket tersebut. “Saya yang tanggung jawab,” ujarnya. Menteri Sosial Juliari Peter Batubara mengatakan daerah tak perlu khawatir jika ada warganya yang mendapat bantuan ganda. Musababnya, bantuan pusat berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sedangkan bantuan daerah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. “Tidak ada halangan sama sekali dari pusat,” kata politikus PDI Perjuangan itu.
HUSSEIN ABRI DONGORAN, AYU CIPTA (TANGERANG), ADI WARSONO (BEKASI), YOGI EKA SAHPUTRA (BATAM), MADE ARGAWA (BALI)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo