Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Banyak kepala desa kebingungan menyalurkan bantuan langsung tunai dana desa.
Simpang-siur akibat peraturan berubah-ubah, petunjuk pelaksanaan pun tak ada.
Dihantui potensi penyimpangan dana.
LUKMANUL Hakim kelimpungan. Menerima instruksi agar menggunakan 30 persen dari alokasi dana desa untuk penanganan dampak Covid-19, Kepala Desa Bantarsari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, itu seketika dibuat pusing oleh daftar penduduk desanya yang berhak menerima bantuan. “Jumlah penerima tidak sebanding dengan jatah dana,” kata Lukmanul kepada Tempo, Rabu, 29 April lalu.
Santunan ini bernama bantuan langsung tunai dana desa (BLTD). Digawangi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, jaring pengaman sosial baru ini menyasar 11 juta keluarga penerima manfaat. Total anggarannya Rp 22,4 triliun, yang disisihkan dari total alokasi dana desa 2020 sebesar Rp 71,19 triliun. Besaran dana yang disisipkan tiap desa berbeda-beda, berkisar 25-35 persen, tergantung jumlah dana desa yang diterima tahun ini.
Desa Bantarsari yang dipimpin Lukmanul masuk kluster pemangkasan dana sebesar 30 persen untuk dialihkan menjadi BLTD. Ini merupakan kluster desa dengan jatah dana desa di kisaran Rp 800 juta-1,2 miliar. Target penerima BLTD adalah warga yang terkena dampak Covid-19 di desa setempat yang belum kebagian bantuan lain dari pemerintah, seperti Program Keluarga Harapan, Kartu Sembako, dan Kartu Prakerja. Bantuan disetor setiap bulan senilai Rp 600 ribu per keluarga selama April-Juni 2020.
Masalahnya, Lukmanul praktis hanya bisa menyalurkan bantuan kepada 156 keluarga. Padahal, dalam daftar yang ia pegang, jumlah keluarga yang berhak menerima BLTD mencapai 1.940.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia Kabupaten Bogor Tini Prihartini menyebutkan rata-rata tiap desa bisa mengajukan 2.000-3.000-an keluarga penerima bantuan langsung tunai desa. Namun yang terealisasi hanya ratusan. Kondisi ini bisa memantik kecemburuan antarwarga.
Bersama sejumlah kepala desa, Tini mengajukan usul kepada Bupati Bogor Ade Yasin agar nilai bantuan langsung tunai desa dibagi lagi supaya lebih banyak warga terbantu. “Inginnya bisa dibagi dua atau tiga agar bantuan merata,” tutur Tini, Kamis, 30 April lalu.
Keinginan para kepala desa itu juga sempat disampaikan kepada Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Emil—panggilan Ridwan—membenarkan. Menurut dia, para kepala desa ingin BLTD diberikan dalam bentuk kuota saja. “Lalu dikelola dengan kearifan lokal agar mereka bisa mengatur secara adil,” kata Emil kepada Tempo, Kamis, 30 April lalu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo