Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Bank Dunia Sebut RI Butuh Keajaiban Agar Keluar dari Middle Income Trap, Respons Sri Mulyani?

Sri Mulyani Indrawati membeberkan sejumlah strategi agar Indonesia bisa keluar dari middle income trap selama Jokowi menjabat. Apa saja?

27 September 2024 | 07.29 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan pemaparan pada konferensi pers APBN KiTa Edisi Agustus 2024 di Jakarta, Selasa 13 Agustus 2024. Menteri Keuangan mengatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami defisit Rp93,4 triliun atau 0,41 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) per Juli 2024. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan strategi keluar dari jebakan pendapatan menengah sudah dibahas pemerintah sejak lama. Namun hingga saat ini Indonesia masih berjuang untuk keluar dari middle income trap.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bendahara negara mengatakan diskursus mengenai hal ini bukan hal baru. “Bahkan dalam 10 tahun terakhir di era Presiden Jokowi, strategi untuk keluar dari jerat negara berpendapatan menengah ini menjadi tema utama dari kebijakan pemerintah,” ujarnya lewat laman resmi instagram @smindrawati, dikutip Jumat, 27 September 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut dia, untuk meraih status negara maju, Indonesia perlu meningkatkan produktivitas dan menggenjot kualitas investasi. Membuka lapangan kerja sekaligus mengatasi masalah iklim juga menjadi resep penting keluar dari jebakan pendapatan menengah atau middle-income trap.

Bank Dunia bulan lalu telah mengeluarkan Laporan Pembangunan Dunia 2024 atau World Development Report 2024 yang bertajuk The Middle-Income Trap. Laporan ini juga dibahas dalam Seminar Internasional tentang Strategi Keluar dari Jebakan Pendapatan Menengah dengan Kementerian Keuangan pada Senin lalu.

Laporan tersebut memaparkan sejak tahun 1970-an, pendapatan per kapita di rata-rata negara berpenghasilan menengah tetap berada di bawah sepersepuluh pendapatan Amerika Serikat. Sementara itu, meningkatnya masalah geopolitik, demografi, dan lingkungan masih akan mempersulit pertumbuhan ekonomi di tahun-tahun mendatang.

“Untuk menjadi negara maju meskipun ada hambatan ini, negara-negara berpenghasilan menengah harus membuat keajaiban,” demikian dikutip dari laporan tersebut.

Riset menyebutkan sejak 1990-an, hanya 34 negara berpendapatan menengah yang berhasil mencapai status berpendapatan tinggi. Sementara sisanya atau 108 negara, hingga akhir 2023 masih terjebak dalam perangkap berpendapatan menengah.

Dalam kata pengantar laporan tersebut, pimpinan ekonom World Bank, Indermit Gill mengatakan perlu strategi baru untuk menjadi negara makmur. Jika tidak, maka masih membutuhkan waktu yang panjang. “Tren saat ini, Cina membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun hanya untuk mencapai seperempat dari pendapatan per kapita AS, Indonesia hampir 70 tahun, dan India 75 tahun,” ujarnya.

Hasil riset tersebut juga memberikan rekomendasi untuk mencapai status pendapatan tinggi dengan strategi 3i. Negara-negara berpendapatan rendah disarankan dapat berfokus pada kebijakan yang dirancang untuk meningkatkan investasi pada fase 1i.

Saat negara-negara tersebut mencapaistatus berpendapatan menengah ke bawah, maka perlu memperluas arah bauran kebijakannya ke fase 2i atau investasi dan infusi lewat adopsi teknologi luar negeri. Pada tingkat berpendapatan menengah ke atas, negara-negara tersebut harus mengubah arah bauran kebijakan ke fase 3i yang terdiri dari penguatan investasi, infusi, dan inovasi.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus