Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia (BI) menyalurkan insentif kebijakan likuiditas makro prudensial (KLM) sebesar Rp 295 triliun hingga pekan kedua Januari 2025. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan jumlah tersebut meningkat Rp 36 triliun dibanding akhir Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perry berharap insentif likuiditas dapat mendorong kredit pembiayaan perbankan pada 2025. “Guna mendukung pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja, termasuk mendukung program-program pemerintah dalam asta cita,” ujarnya dalam konferensi pers di kantor pusat BI, Jakarta Pusat, Rabu, 15 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KLM merupakan insentif BI kepada bank-bank yang menyalurkan kredit atau pembiayaan ke berbagai sektor penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia mencatat porsi terbesar saat ini disalurkan kepada bank-bank swasta atau BUSN, yakni RP 130,6 triliun.
BI menyalurkan insentif KLM bagi bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebesar Rp 129,1 triliun. Kemudian Bank Pembangunan Daerah atau BPD sebesar Rp 29,9 triliun dan kantor cabang bank asing (KCBA) sebesar Rp 5 triliun. Harapannya, bank-bank penerima KLM bisa mendukung pembiayaan sektor pertanian, perdagangan, manufaktur, transportasi, pergudangan, pariwisata, ekonomi kreatif, konstruksi real estate, perumahan rakyat, serta UMKM.
Peran kredit pembiayaan pada 2024 menurut Perry tetap kuat mendukung pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan kredit pada 2024 mencapai 10,39 persen secara tahunan (yoy). Berada dalam kisaran perkiraan BI yakni 10-12 persen.
Berdasarkan kelompok penggunaan, pertumbuhan kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi masing-masing tercatat sebesar 8,35 persen (yoy), 13,62 persen (yoy), dan 10,61 persen (yoy). Pembiayaan syariah tumbuh sebesar 9,87 persen secara tahunan. Sedangkan kredit UMKM tumbuh 3,37 persen.
Pada 2025 pertumbuhan kredit diperkirakan meningkat pada kisaran kisaran sasaran 11-13 persen. “Sejalan dengan prospek pertumbuhan ekonomi yang tetap baik dan dukungan kebijakan makro prudential Bank Indonesia,” ujarnya.