Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (BI) Yanti Setiawan menyampaikan bank sebagai penyedia dana usaha akan menjadi kunci keberhasilan transisi hijau.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Perbankan sebenarnya memainkan peran yang sangat penting dalam transisi hijau karena penyaluran dana dari perbankan mempengaruhi kapasitas dan potensi sektor yang dibiayainya,” kata Yanti dalam diskusi InfobankTV yang disiarkan secara daring, Rabu 8 Desember 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kebijakan keuangan hijau dari BI, khususnya kebijakan makroprudensial, lanjutnya, akan diarahkan untuk mendorong transisi aset perbankan ke portofolio yang lebih hijau serta mendorong penyesuaian suku bunga kredit yang lebih terjangkau untuk perusahaan atau project yang hijau.
Yanti mengatakan pelaksanaan transisi hijau harus digencarkan karena penguatan komitmen menuju transisi hijau di global, berdampak cukup kuat pada Indonesia.
Seperti, pemutusan kontrak dari perusahaan global dengan perusahaan Indonesia yang tidak memenuhi standar lingkungan, pernyataan Uni Eropa dan global bahwa kelapa sawit dari Indonesia belum memenuhi standar NDPE atau nol deforestasi, nol gambut dan nol eksploitasi, serta investor global yang memandang bank di Indonesia memiliki risiko Environment, Social dan Governance (ESG) yang tinggi karena mempunyai standar lingkungan yang rendah dan tidak mewajibkan debiturnya memiliki NDPE.
Kendati demikian, peluang investasi di sektor hijau juga besar terhadap perekonomian Indonesia dan isu perubahan iklim dapat menjadi motor penggerak Indonesia.
“Setidaknya dibutuhkan dana sekitar Rp3.500 triliun untuk mendukung infrastruktur dan aktivitas ekonomi hijau dan ini artinya hampir separuh dari existing kredit perbankan kita sekarang,” ujar Yanti.
Jumlah dana tersebut, katanya, jika harus ditanggung perbankan untuk membiayai seluruh kebutuhan pendanaan transisi hijau selama 8 tahun ke depan, akan memberatkan kinerja perbankan, sehingga peluang investasi akan semakin besar.
Lebih lanjut ia menyampaikan bank sentral turut concern terhadap perubahan iklim karena kerusakan lingkungan dan perubahan iklim dapat menimbulkan risiko fisik dan risiko transisi.
Risiko fisik berupa gangguan produksi dan distribusi berimplikasi pada stabilitas moneter dan SSK, serta risiko transisi merupakan risiko yang muncul dalam menuju rendah karbon dan akibat menunda pencapaian rendah karbon dan risiko transisi berupa penurunan harga aset dan SSK, risiko eksternal, ketidakpastian suplai dan harga energi.
Adapun BI telah memiliki kerangka kebijakan keuangan hijau yang sejalan dengan tujuan ekonomi berkelanjutan dengan sistem keuangan yang stabil, tumbuh, inklusif dan hijau, yang terdiri dari empat pilar kebijakan, yakni penguatan kebijakan makroprudensial hijau, pendalaman pasar uang hijau, pengembangan ekonomi dan keuangan inklusif hijau, serta transformasi kelembagaan BI hijau.