Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah saat ini sedang menyiapkan skema bantuan sosial (Bansos) berupa subsidi listrik. Luhut menyebut subsidi listrik ini sengaja diberikan karena untuk menghindari penyalahgunaan bantuan dari negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Karena kalau diberikan (langsung) ke rakyat, takut dijudikan lagi nanti,” kata eks Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi itu kepada awak media di kawasan Kuningan Timur, Jakarta Selatan, pada Rabu, 27 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Luhut menyebut anggaran subsidi ini berasal dari Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN). Dia mengatakan APBN masih tersedia untuk subsidi sekitar ratusan triliun.
"Ya di APBN cukup banyak, kita penerimaan pajak bagus, kok. Saya kira masih ada berapa ratus triliun yang bisa,” kata Luhut.
Tak hanya itu, Luhut menyebut subsidi listrik ini juga otomatis menunda penerapan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang rencananya berlaku pada 1 Januari 2025. Dia mengatakan sebelum PPN 12 persen itu berlaku, pemerintah akan menyuntik subsidi listrik ini.
"Sebelum itu jadi, harus diberikan dulu stimulus kepada rakyat yang ekonominya susah, lagi dihitung,” kata Luhut.
Luhut: PPN 12 Persen Hampir Pasti Diundur
Luhut Pandjaitan sebelumnya mengatakan ada potensi rencana pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang berlaku pada 1 Januari 2025 bakal diundur penerapannya. Meski demikian, dia menyebut keputusan soal PPN masih menunggu arahan dari Presiden Prabowo Subianto.
“Hampir pasti diundur,” kata Luhut kepada awak media di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, pada Rabu, 27 November 2024.
Ia menyebut sebelum PPN itu dilaksanakan, pemerintah akan memberikan stimulus ekonomi ke masyarakat satu hingga dua bulan sebelum PPN itu diterapkan. Dia menyebut pemerintah saat ini juga sedang menghitung besaran stimulus itu. “Sebelum itu jadi (PPN 12 Persen) harus diberikan dulu stimulus ke ekonomi rakyat."
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) sebelumnya juga merespons soal rencana PPN 12 persen ini. Kadin meminta pemerintah meninjau ulang rencana itu.
“Ini timing-nya belum pas, bukan soal 12 persen,” kata Ketua Umum Kadin Arsjad Rasjid kepada awak media di kawasan Prapanca, Jakarta Selatan, pada Selasa, 26 November 2024.
Sedangkan Komisi Informasi Pusat (KIP) meminta pemerintah mempertimbangkan kembali rencana PPN 12 persen ini. Selain tak transparan, KIP menilai rencana PPN 12 persen ini juga akan merugikan masyarakat.
“Pemerintah perlu mempertimbangkan kembali, harus mendengar aspirasi masyarakat,” kata anggota KIP Rospita Vici Paulyn kepada awak media di kantornya, Jakarta Pusat, pada Senin, 25 November 2024.
Vici mengatakan rencana ini akan berimplikasi pada ekonomi dan sosial masyarakat, khususnya kelas menengah ke bawah. Dia menyebut PPN 12 persen ini akan memicu kenaikan kebutuhan pokok dan otomatis menjadi beban tambahan yang signifikan.
KIP mencatat implikasi ke ekonomi masyarakat ini meliputi gaji setiap bulan dipotong pajak, bonus dan tunjangan hari raya dipungut pajak, rumah dan bumi kena pajak, kendaraan dikenai pajak, harga barang-barang melambung, dan jual-beli pun akan ikut terdampak. “Ini akan merembet ke mana-mana, BBM naik, sembako juga baik,” kata dia.