Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perindustrian atau Kemenperin mengharapkan pengaturan tata niaga impor produk elektronik dapat membuka peluang bagi produsen dalam negeri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Diharapkan bagi produsen dalam negeri dapat menangkap peluang demand produk elektronika, sehingga semakin meningkatkan kapasitas dan mendiversifikasi jenis produknya," kata Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kemenperin, Priyadi Arie Nugroho dalam keterangan resmi yang dikutip Rabu, 10 April 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di samping itu, Kemenperin juga mengharapkan terbukanya peluang kerja sama Electronic Manufacturing Service (EMS) atau Original Equipment Manufacturer (OEM) dengan pemegang merek internasional yang belum memiliki lini produksi di dalam negeri.
"Bagi importir, adanya kepastian pendistribusian dan atau penjualan barang impor di dalam negeri,” ucap Priyadi.
Sebelumnya, Kemenperin telah membatasi impor produk elektronik melalui Permenperin Nomor 6 Tahun 2024 tentang Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis Impor Produk Elektronik. Regulasi ini berlaku pada produk seperti laptop, mesin cuci, kulkas, hingga televisi.
Priyadi merujuk pada data SIINas pada tahun 2023, di mana kapasitas produksi AC sebanyak 2,7 juta unit dan realisasi produksi sekitar 1,2 juta unit. Artinya, utilisasi produksinya hanya 43 persen.
"Sementara sangat disayangkan, berdasarkan data Laporan Surveyor bahwa impor produk AC pada tahun 2023 menembus angka 3,8 juta unit."
Oleh karena itu, Kemenperin berharap pengaturan impor yang baru diterbitkan ini dapat meningkatkan utilisasi produksi AC di dalam negeri. Menurut Priyadi, Permenperin tersebut disambut baik oleh para produsen elektronika di dalam negeri.
"Ditunjukkan dengan adanya beberapa surat resmi yang diterima pemerintah dari asosiasi produsen di dalam negeri yang menyatakan dukungannya,” kata dia.
Selanjutnya: Gabungan Pengusaha Elektronik berharap industri hulu tumbuh pesat
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Elektronik atau Gabel, Daniel Suhardiman, menyebut terbitnya Permenperin Nomor 6 Tahun 2024 harus dilihat dari sisi kepentingan nasional. Dalam hal ini, Gabel sebagai asosiasi produsen elektronik menyambut baik dan berharap besar agar regulasi tersebut bisa berlaku secara konsisten.
“Memang permasalahan daya saing industri dalam negeri tidak bisa diselesaikan hanya dengan tata niaga impor. Masih ada masalah-masalah rumit lainnya seperti lemahnya hilirisasi industri bahan baku dan komponen inti,” tutur Daniel.
Meskipun demikian, kata dia aktivitas hilirisasi tidak akan terjadi tanpa tumbuhnya industri hulu hingga ke tingkat skala ekonomis bagi industri hilir. Oleh sebab itu, Gabel berharap industri hulu akan tumbuh pesat, sehingga akan memicu hilirisasi yang terintegrasi.
Dia tak menampik bahwa tantangan pemerintah untuk menjalankan peraturan ini sangat tinggi. Artinya, perlu dukungan dan masukan seluruh stakeholder agar bisa dijalankan secara lancar.
"Kalaupun ada masalah di operasional, ya diperbaiki bersama, bukan dipermasalahkan esensi permen-nya,” imbuh Daniel.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pabrik Kabel Indonesia (APKABEL) Noval Jamalullail menilai pemberlakuan Permenperin Nomor 6/ Tahun 2024 merupakan solusi terbaik untuk industri kabel dalam negeri. Khususnya dalam industri kabel serat optik.
Dengan ini, kata dia, produksi industri kabel serat optik dalam negeri dapat aktif membantu pembangunan sarana telekomunikasi dan jaringan internet di Indonesia.
Menurut dia, saat ini kemampuan dan kapasitas industri kabel serat optik di Indonesia sudah mumpuni. Selain itu, juga telah bisa membuat semua jenis kabel serat optik dari ukuran kecil maupun besar. Baik untuk keperluan di dalam gedung, di udara dan dalam tanah, maupun duct serta kabel dalam laut. Adapun total kapasitasnya mencapai 15 juta Kmfiber.
Semua proses kabel serat optik yang meliputi colouring, tubing, stranding, armoring, sheating atau jacketing sudah 100 persen dilakukan di dalam negeri. “Karena memang produk kabel serat optik adalah satu kesatuan proses, sehingga tidak ada proses assembling,” tutur Noval.