Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berburu Nasabah Sendiri

Bank Rakyat Indonesia melakukan penetrasi di bidang konsumer perbankan. Belum tentu segemuk di desa.

9 April 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LEBIH dari seabad dicap sebagai bank orang desa, Bank Rakyat Indonesia kini berikhtiar tampil trendi. Sejak dua bulan lalu, bank pelat merah itu jorjoran memperkenalkan kartu kredit platinumnya.

BRI mengadu peruntungan di sektor konsumer karena hendak menghimpun dana murah (dari tabungan dan giro) serta menggenjot fee based income. Pendapatan ini dikutip dari biaya administrasi nasabah atas segala jasa transaksi, bekerja sama dengan lembaga keuangan lain.

Dalam kesehariannya, banyak nasabah dan debitor BRI melakukan transaksi keuangan memakai produk bank lain. ”Mereka membayar telepon, membayar listrik, mengirim uang, atau berbelanja tidak menggunakan produk BRI,” kata Sofyan Basir, Direktur Utama BRI, pekan lalu. Padahal potensi yang bisa dikaut BRI dari pelayanan produk konsumer cukup besar.

Jumlah nasabah BRI lebih dari 30 juta orang. Debitornya mencapai 7 juta orang. Jadi, cukup alasan bagi BRI untuk memperkaya layanan produk konsumer buat memikat nasabahnya agar mau bertransaksi memakai produk BRI. Misalnya SMS-banking, yang diluncurkan akhir tahun lalu. Layanan ini hasil kerja sama dengan operator telepon Telkomsel, Indosat, Esia, dan Fren.

BRI juga akan melakukan penetrasi besar-besaran di bidang konsumer perbankan. Salah satunya dengan meluncurkan kartu kredit platinum, paling lambat pada pertengahan tahun ini, dengan harapan bisa meng-edarkan 400 ribu kartu kredit hingga akhir tahun. Jumlah itu enam kali perolehan yang sudah dicapai sejauh ini. Penyaluran kredit rumah tahun ini dipatok Rp 4 triliun.

Sebagai langkah awal, pengembang-an layanan produk konsumer BRI difokuskan di 10-15 kota besar. Nasabah dan debitor BRI menjadi yang pertama yang akan dirangkul. ”Kami seperti berburu di kandang sendiri,” kata Sofyan. ”Mengembalikan nasabah yang selama ini memakai produk lain untuk menggunakan produk BRI.”

Meski mulai merambah perkotaan, BRI tidak akan meninggalkan pasar tradisionalnya, yaitu kredit mikro dan menengah. ”Kalau lupa akar, bisa-bisa roboh,” kata Susilo, General Manager Liabilities and E-Banking BRI. Tahun lalu, BRI mengalirkan Rp 72,7 triliun untuk kredit usaha mikro dan menengah. Jumlah itu 80,67 persen dari seluruh kredit BRI 2006.

Masuknya BRI ke kredit konsumer menambah panjang deret bank yang sudah lebih dulu main di sana. Salah satunya Bank Mandiri. Pengalaman pahit berurusan dengan 30 debitor kakap yang kini masih menyisakan utang Rp 7,3 triliun membuat bank pemerintah itu membidik kredit konsumer.

Tahun lalu, Bank Mandiri mencurahkan kredit konsumer Rp 12,6 triliun atau 10,7 persen dari total kredit yang dikucurkan. Rinciannya, Rp 7,3 triliun untuk kredit kepemilikan rumah dan multiguna serta Rp 1,4 triliun untuk 870 kartu kredit yang beredar. Budi Guna-di Sadikin, Direktur Micro and Retail Banking Bank Mandiri, berharap kredit konsumer Bank Mandiri meningkat 30 persen pada tahun ini.

”Takhta” kartu kredit masih diduduki Citibank, dengan 1,5 juta kartu kredit yang beredar atau 35 persen pangsa pasar kartu kredit di Indonesia. Rico Frans, Country Marketing Director Citibank Indonesia, menargetkan pertumbuhan kartu kredit Citibank tahun ini mencapai 15-20 persen.

Menyimak data Bank Indonesia, duit yang ditumpahkan bank-bank ke kredit konsumsi memang makin banyak. Data Desember 2000 menunjukkan kredit konsumsi di Indonesia hanya Rp 38,8 triliun. Tapi enam tahun kemudian angkanya membengkak jadi Rp 224,9 triliun.

Namun Fauzi Ichsan, analis Standard Chartered, menilai ekspansi bisnis BRI ke produk konsumer perkotaan belum tentu mulus. ”Ini kompetisi yang keras buat BRI,” katanya. Apalagi Bank Mandiri dan Bank Central Asia sudah memiliki jaringan yang canggih di perkotaan. ”Sehingga mereka bisa menekan biaya transaksi.”

Keuntungan yang diperoleh BRI di kota juga tak akan segemuk perolehannya di desa. ”Saingan BRI di desa hanya tengkulak,” kata Fauzi. Sedangkan di kota, BRI harus bersaing ketat dengan bank-bank besar lain.

Yandhrie Arvian

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus