Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bertahan Murah di Langit Asia

AirAsia Indonesia meraup limpahan penumpang karena tetap menawarkan tiket murah. Memperluas jangkauan agar semua orang bisa terbang.

2 Maret 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Manajemen AirAsia Indonesia dibuat sibuk oleh netizen di media sosial sejak Kamis tiga pekan lalu. Tepat pada Hari Kasih Sayang itu, anak usaha AirAsia Group—maskapai terbesar keempat di Asia—tersebut diberondong pertanyaan mengenai lenyapnya nama AirAsia dari daftar maskapai yang tiketnya dijual di agen perjalanan online Traveloka dan Tiket.com. Dalam sehari penuh, tiket AirAsia untuk semua rute tidak tersedia di dua agen tersebut. “Kami banyak dengar dari sana-sini, tapi tidak ada yang confirm,” kata Direktur Utama AirAsia Indonesia Dendy Kurniawan kepada Tempo, Jumat pekan lalu. 

Desas-desus mengenai hilangnya tiket AirAsia dari aplikasi agen travel tersebut sempat didengar direksi dua hari sebelumnya. Ketika itu, manajemen tengah menggelar rapat untuk memastikan posisi Air-Asia dalam deretan maskapai terfavorit di agen-agen travel. Saat itulah beberapa rute tak muncul dalam daftar penerbangan di Traveloka dan Tiket.com.

Pada hari yang sama, AirAsia sebetulnya sedang mengumumkan rencana rapat umum pemegang saham melalui koran. Sementara itu, di luar perusahaan, isu mengenai rencana penurunan harga tiket makin kencang. Gara-garanya, pada 13 Februari 2019, Presiden Joko Widodo memanggil para menteri membahas tarif tiket pesawat yang naik dan harga avtur yang memberatkan maskapai.

Di tengah perdebatan mengenai harga tersebut, AirAsia menerima protes dari pelanggannya via Twitter lantaran mereka tak dapat menemukan AirAsia di dua agen travel tersebut. Adapun di situs resmi Air-Asia.com atau aplikasi AirAsia penerbangan masih tersedia. Menurut Dendy, Traveloka menyatakan terjadi kendala sistem teknis yang menyebabkan slot AirAsia menghilang. “Itu pertanyaan besar, kami tidak percaya begitu saja,” katanya.

Seorang pejabat pemerintah yang juga mengawasi bisnis penerbangan mengatakan Traveloka dan Tiket.com mengaku sempat menerima ancaman dari Garuda Indonesia dan Grup Lion Air. “Mereka bilang, ‘Kamu kalau mau jual itu saja, enggak usah jual punya saya.’ Agennya enggak berani,” tuturnya.

Direksi AirAsia mendeteksi hal yang sama. Namun Direktur Niaga AirAsia Indonesia Rifai Taberi mengatakan penutupan kanal distribusi penjualan tak akan mengurangi kompetisi, apalagi dengan cara melarang agen menjual produk kompetitor. “Kasihan agen yang hanya ‘dimanfaatkan’,” kata Rifai, melalui akun Facebooknya, Ahad dua pekan lalu. 

Rifai menduga agen travel menutup-nutupi hal tersebut dengan penjelasan yang tidak gamblang kepada konsumen dan direksi AirAsia. Hingga saat ini, direksi masih menunggu penjelasan resmi dan terbuka.

Kepada para pelanggannya, Traveloka menjelaskan bahwa AirAsia sedang melakukan pemeliharaan sistem sehingga tak muncul di hasil pencarian penerbangan. “Kami menyarankan agar dilakukan pengecekan berkala dan jika berkenan, silakan gunakan maskapai lain yang tersedia,” tulis Traveloka, 16 Februari lalu.

Namun, dalam akun Twitter AirAsia, pemeliharaan sistem internal ini disebutkan hanya dilakukan pada 17-18 Februari. Sebelum dan sesudahnya, tak ada masalah terjadi. Saat dimintai konfirmasi, Public Relations Manager Traveloka Busyra Oryza enggan menjelaskan penyebab kejadian itu. “Kami belum bisa berbicara mengenai topik tersebut,” ucapnya. 

Vice President Corporate Secretary Garuda Indonesia Ikhsan Rosan membantah kabar bahwa direksi perseroan meng-intervensi penjualan tiket di agen travel online. “Gimana kami mengintervensi? Mereka kan punya manajemen sendiri,” katanya. Adapun direksi Grup Lion Air tak mau berkomentar. “Saya belum bisa berikan info,” kata juru bicara Grup Lion Air, Danang Mandala Prihantoro.

Rifai menyebut langkah ini sebagai permainan kotor lantaran AirAsia masih mempertahankan harga penerbangan yang murah untuk konsumen. AirAsia melakukan berbagai penghematan biaya melalui inovasi teknologi dan membuang biaya yang tak perlu. Dengan demikian, maskapai dari negeri jiran ini bisa menawarkan harga tiket rendah sehingga volume penjualan meningkat. “Apakah konsep ini tidak sejalan dengan kompetitor kami, jadi kami terus diberi tekanan yang kuat?” tuturnya.

Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Kodrat Wibowo, mengatakan timnya menyertakan laporan konsumen mengenai hilangnya tiket AirAsia ini dalam investigasi dugaan semikartel di industri penerbangan. Masalah semikartel ini juga berkaitan dengan kenaikan harga tiket pesawat sepanjang Desember 2018 hingga awal Februari lalu. “Kami lihat apakah betul ada penguasaan pasar dominan, lalu eksploitasi dengan pemaksaan tiket,” kata Kodrat. 

Anggota Ombudsman, Alvin Lie, menilai kondisi persaingan yang tidak sehat di antara maskapai terjadi lantaran ketidakmampuan perusahaan melakukan efisiensi di lingkup internal. Sebab, industri angkutan udara membutuhkan waktu untuk melakukan penyesuaian terhadap harga bahan bakar, jumlah pesawat, awak kabin, kapasitas bandar udara, dan sebagainya. “Apabila kondisi pasar sedang sepi, mereka tidak mengoperasikan penerbangan. Ini bisa menjadi beban keuangan,” ucapnya. 

Tahun lalu menjadi tahun yang berat bagi sejumlah maskapai, tak terkecuali AirAsia. Dendy Kurniawan menyebutkan kondisi harga avtur yang naik 53 persen mencapai rata-rata US$ 85 per barel, pelemahan nilai tukar rupiah sepanjang tahun, dan rentetan bencana alam di Bali, Lombok, serta Palu berdampak meningkatnya biaya operasional perusahaan. Biaya per kursi yang tersedia tiap kilometer termasuk avtur meningkat 15 persen menjadi Rp 625, sementara tanpa avtur naik 5 persen menjadi Rp 414. Walhasil, dalam laporan keuangan 2018, perseroan mencatatkan kerugian sebelum pajak sebesar Rp 998 miliar. 

Dendy mengatakan, sementara maskapai lain segera membebankan beban biaya operasional ini kepada penumpang, Air-Asia bertahan agar tiket pesawat tetap terjangkau. AirAsia juga tidak memberlakukan ongkos bagasi di bawah 15 kilogram. Per 20 kilogram bagasi tambahan dikenakan tarif sekitar Rp 90 ribu. “Ketika yang lain harganya jadi kurang terjangkau sementara kami murah, kami jadi kelimpahan,” ujarnya.

Pada Oktober-Desember 2018, peningkatan jumlah penumpang AirAsia mencapai 56 persen dibanding pada kuartal sama 2017. Adapun sepanjang 2018 tercatat jumlah penumpang naik 13 persen menjadi 5,24 juta. Di satu sisi, tingkat keterisian turun menjadi 82 persen, yang dilatari penambahan kapasitas pesawat. Perseroan menambah satu unit pesawat dan menerima delapan unit pesawat dari induk usaha. Kini AirAsia Indonesia menerbangkan 24 pesawat untuk jangkauan domestik.

Dengan pendapatan unaudited sebesar Rp 4,2 triliun pada 2018, AirAsia Indonesia tak khawatir menghadapi tantangan konsolidasi grup-grup maskapai lain. Adapun total aset AirAsia mencapai Rp 3,09 triliun pada 2017. Sebagai bagian dari AirAsia Group Berhad yang penerbangannya mencakup India, Jepang, Malaysia, Thailand, dan Filipina, AirAsia Indonesia menawarkan rute paket internasional seperti Jakarta-Kuala Lumpur-Jepang.

Dendy mengatakan, alih-alih melakukan ekspansi yang masif, AirAsia selektif mempertimbangkan pemilihan destinasi baru yang dinilai potensial menjadi obyek wisata favorit pelancong. Setelah sukses menjadi pionir penerbangan jalur Kuala Lumpur-Bandung, kini AirAsia menjajal rute Kuala Lumpur-Silangit. “Kalau menarik bagi wisata, ya kami akan terbang ke sana,” tuturnya.

Ia mengakui, saat ini performa keterisian rute tersebut jeblok, tapi manajemen terus memberikan stimulan untuk menciptakan pasar di sana. “Kalau ke depan tidak bagus, ya ditutup. Tidak ada masalah.” AirAsia juga telah membuka hub keempat di Lombok yang menjadi penghubung penerbangan langsung, setelah hub Jakarta, Bali, Medan, dan Surabaya. Dengan hub baru dan rencana penambahan rute domestik, AirAsia akan lebih banyak mengangkut penumpang untuk terbang di udara.

PUTRI ADITYOWATI, RETNO SULISTYOWATI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus