Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Partai Buruh memajukan rencana unjuk rasa besar-besaran serentak di berbagai kota menjadi hari Senin, tanggal 13 Maret 2023. Presiden Partai Buruh, Said Iqbal mengatakan jadwal diajukan menjadi sehari lebih cepat karena khawatir sidang Paripurna DPR RI juga diselenggarakan lebih cepat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sebab kemungkinan besar Sidang Paripurna DPR RI untuk mengesahkan Perpu Omnibus Law Cipta Kerja menjadi Undang-Undang akan dimajukan tanggal 13 Maret 2023,” kata Said dalam keterangannya pada Ahad, 12 Maret 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menjelaskan Partai Buruh tidak ingin kecolongan untuk kedua kali. Mengingat seperti saat pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja tahun 2020 lalu, di mana DPR RI tiba-tiba memajukan Sidang Paripurna dari jadwal semula.
Said menuturkan aksi besok akan dipusatkan di Depan DPR RI dan diikuti ribuan buruh yang berasal dari Jakarta, Bofor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Sementara itu, pada saat bersamaan, aksi juga akan dilakukan di ratusan kota industri besar yang ada di Indonesia.
Kota-kota yang juga akan melakukan demonstrasi adalah Bandung, Semarang, Surabaya, Jogjakarta, Medan, Aceh, Bengkulu, Lampung, Pekan Baru, Batam, Banjarmasin, Samarinda, Makassar, Morowali, Ambon, Ternate, dan beberapa kota industri lainnya.
Adapun tuntutan utama yang akan disuarakan dalam aksi kali ini adalah menolak pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja dalam Sidang Paripurna DPR RI. “Di mana dampak buruk omnibus law Cipta Kerja sudah dirasakan oleh buruh," kata dia.
Selanjutnya: desakan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga atau PPRT segera disahkan
Poin-poin yang ditolak oleh Partai Buruh ihwal kenaikan upah minimum yang kecil, outsourcing di semua jenis pekerjaan, kontrak berkepanjangan, PHK mudah, hingga pesangon murah.
Dia melanjutkan, tuntutan lain yang akan disuarakan adalah mendesak agar RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga atau PPRT segera disahkan. Said mengaku heran mengapa RUU PPRT yang diminta segera disahkan tidak kunjung disahkan. Tetapi Omnibus Law Cipta Kerja yang ditolak keras kaum buruh, pemerintah justru bersikukuh segera mengesahkannya.
“DPR ini sebenarnya mewakili siapa? Mewakili rakyat kecil atau milik modal?” kata Said.
Selain itu, Partai Buruh juga menuntut agar dilakukan audit forensik penerimaan pajak negara dan mencopot Dirjen Pajak. Partai Buruh juga bakal menyuarakan penolakan terhadap RUU Kesehatan.
Ia menyayangkan di saat upah buruh murah akibat kebijakan Omnibus Law Cipta Kerja dan para petani yang kehidupannya semakin sulit akibat impor beras, justru pejabat negara terkesan hidup berfoya-foya.
"Perilaku pejabat negara yang seperti ini menyakiti hati rakyat dan tidak menunjukkan empati di tengah kesulitan yang dialami rakyat,” ujarnya.
Pilihan Editor: Di Depan Kantor Dirjen Pajak, Buruh: Kasus Rafael hingga Eko, Bukti Reformasi Sri Mulyani Gagal
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini