Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat pertumbuhan kredit pada Agustus 2024 mencapai 11,40 persen tahun ke tahun (year on year). Meski jumlahnya lebih rendah dibandingkan dua bulan lalu, BI menilai pertumbuhan ini tetap tergolong kuat.
“Pertumbuhan kredit pada Agustus 2024 tetap kuat mencapai 11,40 persen (yoy),” kata Gubernur BI Perry Warjiyo saat konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Rabu, 18 September 2024.
Perkembangan itu, kata Perry, ditopang oleh beberapa faktor yaitu sisi penawaran sejalan dengan minat penyaluran kredit yang terjaga, pendanaan yang memadai, realokasi alat likuid ke kredit oleh perbankan, dan dukungan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) BI.
Hingga pekan kedua September 2024, BI mengatakan telah menyalurkan insentif KLM sebesar Rp 256,1 triliun. Dana tersebut disalurkan kepada kelompok bank badan usaha milik negara (BUMN) sebesar Rp 118,6 triliun, bank umum swasta nasional (BUSN) sebesar Rp 110,5 triliun, bank pembangunan daerah (BPD) sebesar Rp 24,4 triliun, dan kantor cabang bank asing (KCBA) sebesar Rp 2,6 triliun.
Insentif KLM diberikan kepada sektor-sektor prioritas, yaitu hilirisasi minerba dan pangan; usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM); sektor otomotif; perdagangan dan Listrik, Gas dan Air (LGA); serta sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Pertumbuhan kredit juga didukung oleh sisi permintaan yang dinilai tetap baik dari korporasi, terutama korporasi di sektor padat modal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sementara itu, permintaan kredit rumah tangga terjaga, terutama pada sektor properti. Secara sektoral, pertumbuhan kredit pada mayoritas sektor ekonomi tercatat tetap kuat, terutama pada sektor Industri, LGA, dan pengangkutan.
Berdasarkan kelompok penggunaan, pertumbuhan kredit ditopang oleh kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi, yang masing-masing tumbuh sebesar 10,75 persen (yoy), 13,08 persen (yoy), dan 10,83 persen (yoy) pada Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selanjutnya: Pembiayaan syariah dan kredit UMKM tumbuh masing-masing....
Pembiayaan syariah dan kredit UMKM tumbuh masing-masing sebesar 11,61 persen (yoy) dan 4,42 persen (yoy). Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan kredit 2024 diprakirakan berada pada batas atas kisaran 10-12 persen.
Deputi Gubernur BI Juda Agung mengakui bahwa memang pertumbuhan kredit 11,40 persen, termasuk melambat jika dibandingkan pertumbuhan 12,40 persen pada Juli lalu. Menurut Juda, hal itu lebih banyak disebabkan oleh kredit valas. Karena apresiasi nilai tukar rupiah, maka kredit valas seolah-olah kecil. “Jadi 12,4 persen menjadi 11,4 persen sebenarnya masih kuat,” tuturnya.
Alasan lain mengapa pertumbuhan ini dinilai masih kuat adalah jika dilihat secara industri, total kredit yang disalurkan sudah mencapai 51 persen dari rencana bisnis bank-bank. Selain itu, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) juga masih berada di angka 7 persen. Alat likuid yang dimiliki bank pun dinilai masih cukup besar.
Kemungkinan ekspansi fiskal oleh pemerintah di kuartal IV juga besar, sehingga dapat mendorong penghimpunan DPK.
Terakhir, penurunan suku bunga acuan BI atau BI Rate juga dinilai akan mendorong demand for credit dan cost of fund yang semakin murah.
BI telah memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 6,00 persen untuk September 2024. BI juga menurunkan suku bunga deposit facility menjadi 5,25 persen dari sebelumnya 5,5 persen, dan suku bunga lending facility menjadi 6,75 persen dari sebelumnya 7 persen.
Sebelumnya, BI Rate berada di angka 6,25 persen. BI mempertahankan angka tersebut selama beberapa bulan setelah menaikkannya sebesar 25 basis poin pada 24 April 2024.
Pilihan Editor: KKP Berencana Bangun Pabrik Bahan Baku Susu Ikan di Pekalongan