Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan Bank Indonesia (BI), Donny Hutabarat, menjelaskan alasan penting dibalik pembentukan Central Counterparty (CCP).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
CCP adalah bagian dari Infrastruktur Pasar Keuangan (IPK) yang berperan sebagai pusat kliring dalam transaksi di pasar uang dan valuta asing (PUVA), sekaligus bertindak sebagai penjamin antara pihak-pihak yang melakukan transaksi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tujuan utama pembentukan CCP adalah untuk mengurangi risiko gagal transaksi antara pihak-pihak terkait (counterparty risk), risiko likuiditas, serta risiko yang muncul akibat fluktuasi harga pasar.
“(Alasan) pertama adalah itu (CPP) komitmen kita terhadap mandat G20 untuk OTC (Over-The-Counter) Derivatives Market Reform, di mana Indonesia menjadi salah satu anggota G20. Ini (CPP) berguna untuk mitigasi risiko sistemik di pasar keuangan dan ini waktu Financial Stability Board/FSB Country Peer Review tahun 2021 (menjadi) salah satu yang direkomendasikan Indonesia,” ujarnya dalam Taklimat Media Bank Indonesia di Gedung Thamrin BI Jakarta, Selasa, 24 September 2024.
Kewajiban dan Tujuan CCP
Kewajiban lain dalam pembentukan CCP adalah kesesuaian dengan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), yang memberi mandat kepada Bank Indonesia untuk mengatur, mengembangkan, dan mengawasi pasar uang dan valuta asing (PUVA), termasuk infrastruktur pasar keuangan (IPK). Dengan demikian, pelaksanaan CCP sebagai bagian dari IPK telah memiliki dasar hukum yang kuat pada tingkat undang-undang.
CCP juga menjadi salah satu inisiatif utama dalam Blueprint Pengembangan Pasar Uang (BPPU) 2025, yang mendukung penerapan operasi moneter berorientasi pasar untuk mempercepat pendalaman pasar PUVA.
“Saat ini, kita lihat transaksi yang terjadi sekarang kan over the counter, transaksi dilakukan secara bilateral dan netting dilakukan bilateral, counter party risk juga bilateral, kemudian liquidity risk-nya juga bilateral, market risk bilateral, jadi cukup kompleks. CPP (menyederhanakan itu semua). Begitu diimplementasikan, CCP akan melakukan transaksi bilateral, tetapi akan dilakukan multilateral kliring di CCP-nya,” ucap dia, dikutip dari Antara.
Donny menekankan bahwa pengembangan CCP bertujuan untuk memperdalam pasar uang dan valuta asing (PUVA) guna mendukung transmisi kebijakan moneter serta menjaga stabilitas keuangan sistemik (SKK) dengan mengurangi segmentasi pasar dan meningkatkan efisiensi.
Pembentukan CCP ini merupakan hasil kerjasama antara Bank Indonesia (BI), Bursa Efek Indonesia, Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), serta beberapa bank besar seperti Bank Mandiri, BRI, BNI, BCA, CIMB Niaga, Danamon, Maybank, dan Permata Bank.
Sebelumnya, pengembangan CCP di pasar uang dan valuta asing telah disetujui oleh Bank Indonesia, Bursa Efek Indonesia, Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), serta beberapa bank besar seperti Bank Mandiri, BRI, BNI, BCA, CIMB Niaga, Danamon, Maybank, dan Permata.
Kesepakatan ini diresmikan melalui penandatanganan Perjanjian Antar Pemegang Saham (PAPS) mengenai Kerja Sama Pembentukan dan Pengembangan CCP di KPEI, yang merupakan penyelenggara CCP untuk pasar uang dan valuta asing (PUVA) dengan izin dari Bank Indonesia.
"Penandatanganan PAPS ini merupakan tindak lanjut dari nota kesepahaman yang telah ditandatangani 11 entitas yang sama pada 18 Maret 2024," ujar Destry.
Penandatanganan perjanjian kerja sama tersebut juga dihadiri oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebagai otoritas yang mengawasi KPEI dalam perannya sebagai lembaga kliring dan penjaminan di pasar modal, serta otoritas sektor perbankan yang akan menjadi anggota CCP.
Sejalan dengan itu, Anggota Dewan Komisioner OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa OJK sangat mendukung pengembangan CCP, karena keberadaan CCP sangat penting dalam memajukan transaksi derivatif di Indonesia.
Dukungan OJK termasuk dalam pemberian izin kepada perbankan untuk berinvestasi di CCP.