Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia (BI) telah menyalurkan insentif likuiditas sebesar Rp 255,8 triliun hingga Juni 2024 untuk mendorong penyaluran kredit ke sektor-sektor prioritas. Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan, langkah ini adalah upaya mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan melalui pembiayaan sektor-sektor yang dianggap strategis bagi perekonomian nasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perry merinci insentif likuiditas tersebut disalurkan kepada bank-bank yang menyalurkan kredit ke sektor-sektor prioritas seperti hilirisasi, pertanian, pariwisata, perumahan, UMKM, serta sektor-sektor hijau. “Kami telah memberikan insentif likuiditas sebesar Rp255,8 triliun hingga Juni 2024,” kata Perry dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemsn, Jakarta Pusat, Rabu, 28 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari total insentif tersebut, bank-bank BUMN menerima porsi terbesar sebesar Rp117,1 triliun, disusul oleh bank umum swasta nasional yang menerima Rp109,2 triliun, serta Bank Pembangunan Daerah (BPD) sebesar Rp24,5 triliun. Perry mengimbuhkan, bank-bank asing hanya menerima porsi kecil dari insentif ini karena penyaluran kredit mereka ke sektor-sektor prioritas relatif terbatas.
Kebijakan insentif likuiditas ini, kata Perry, merupakan bagian dari koordinasi erat antara BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). "Itu adalah koordinasi di KSSK, di mana (Bank) BUMN tadi memberikan insentif untuk mendorong sektor (prioritas)," ujar Perry.
Perry memaparkan pertumbuhan kredit secara keseluruhan hingga Juni 2024 telah mencapai 12,4 persen, dengan rincian pertumbuhan kredit modal kerja sebesar 15,2 persen, kredit investasi 11,6 persen, dan kredit konsumsi 10,98 persen. Menurut dia, pertumbuhan kredit pada tahun ini diperkirakan akan mencapai batas atas dari kisaran proyeksi awal, yakni 12 persen.
Namun, mantan Direktur Eksekutif pada Dana Moneter Internasional (IMF) ini juga mengakui bahwa sebagian besar kredit yang disalurkan oleh perbankan masih terfokus pada sektor-sektor padat modal seperti industri, jasa dunia usaha, pengangkutan, pertambangan, serta listrik, gas, dan air. Sektor-sektor padat karya seperti jasa sosial, konstruksi, dan perdagangan masih menerima porsi kredit yang lebih rendah.
Di samping itu, Perry melaporkan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan juga meningkat sebesar 7,72 persen dengan rasio alat likuid terhadap DPK mencapai 25,5 persen. "Likuiditas perbankan yang kami terus jaga, termasuk melalui insentif likuditas tadi," katanya.
Sementara itu, suku bunga dasar kredit tetap berada di level rendah, yaitu 6,5 persen, yang menurut Perry didukung oleh stabilitas likuiditas di perbankan. Perry menegaskan suku bunga deposito (DPK) juga tidak mengalami banyak perubahan, kecuali pada beberapa bank kecil yang mengalami kekurangan dana.