SEJAK minggu pertama bulan Agustus, pihak asuransi jiwa mulai
menawarkan jasa-jasa baiknya liwat bank. "Paling tidak untuk
menghindari ahli warisnya menjadi gelandangan," kata H.
Syaftari, Menurut ketua Dewan Asuransi Indonesia (DAI) itu, anak
isteri yang ditinggal seorang penerima kredit atau debitur
dengan cepat akan tertolong kalau disertai "proteksi kematian."
Dengan demikian "perusahaan asuransi jiwa yang akan membayar
hutang-hutang almarhum pada bank pemberi pinjaman."
Syaftari, yang juga duduk sebagai Dirut PT Asuransi Jiwasraya
tentu tak bermaksud menakut-nakuti nasabahnya agar meminta
proteksi kematian. Keterangan orang asuransi itu pada Yunus
Kasim dari TEMPO tak lain adalah sehubungan dengan surat edaran
dari BI 25 April lalu kepada seluruh bank di lndonesia. Isi
surat edaran bernomor 10/1/UPK itu mcnganjurkan pada semua bank
agr meminta pada nasabahnya untuk turut serta dalam proteksi
kematian.
Mengingat jumlah perusahaan asuransi jiwa yang baru berjumlah
12, sedang segenap bank di Indonesia sudah membengkak hingga
lebih dari 100 bu ah, tak pelak lagi 'lamaran' harus muncul dari
pihak asuransi. Untuk itu Dirjen Moneter Dr Julianto
Muljodihardjo seakan tampil sebagai 'mak comblang'. Dirjen yang
tinggi hesar itulah yang mengetuk pintu BI, hingga terbit surat
edaran tersebut. "Hendaknya bank pemerintah dan bank swasta
dapat memanfaatkan jasajasa perusahaan asuranr si jiwa," kata
Julianto.
Berapa besar macetnya kredit disebabkan kematian nasabah? Dirjen
Moneter yang membawahi lembaga keuangan dan asuransi itu tak
menjelaskannya. Tapi Prayogo Minhad, Dirut PT ASKRINDO
beranggapan macetnya kredit akibat kematian itu "jarang
terjadi." Namun begitu pimpinan ASKRINDO itu mengaakan jenis
asuransi kredit jiwa credit life insllrance) itu memang banyak
diikuti di berbagai negara maju. Dia juga melihat jenis asuransi
ini bisa berjalan seiring dengan ASKRINDO: KIK (Kredit Investasi
Kecil) dijamin ASKRINDO, sedang si penerima pinjaman beroleh
jaminan dari perusahaan asuransi jiwa.
Besarnya premi akan berkisar sekitar 1ø/oo (satu promil) dari
jumlah uang yang dipertanggungkan setiap bulan. Bila nasabah
meninggal dalam jangka waktu berlakunya pinjaman, jumlah uang
pertanggungannya hanya akan diayarkan kepada bank. Tapi kalau
pada akhir rnasa sang nasabah masih hidup, perusahaan asuransi
jiwa tak melakukan pembayaran apapun.
Omong-omong perusahaan mana saja yang akan menjadi sasaran
asuransi? "Sasaran kami baru untuk perusahaan yang punya omzet
Rp 100 juta ke bawah," kata Syaftari. "Jadi belum sampai yang
kelas kakap."
Bagaimana pun, anjuran yang datang dari Dirjen Moneter dan BI
sendiri pasti merupakan porsi baru bagi perusahaan asuransi
jiwa. Apalagi kalau 'anjuran' itu kelak akan menjelma sebagai
'keharusan.'
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini