Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Bos BCA Sebut Ada Debitur yang Gagal Bayar dalam Program Restrukturisasi Kredit

"Kalau yang gagal pasti ada," kata Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja menanggapi soal debitur gagal bayar dalam program restrukturisasi kredit.

16 September 2020 | 20.37 WIB

CEO BCA Jahja Setiaatmadja di sela kegiatan Leadership Sharing Session 100 Bankir di Hotel J.W. Marriot Mega Kuningan, Jakarta Pusat, 28 November 2017. TEMPO Yohanes Paskalis Pae Dale
Perbesar
CEO BCA Jahja Setiaatmadja di sela kegiatan Leadership Sharing Session 100 Bankir di Hotel J.W. Marriot Mega Kuningan, Jakarta Pusat, 28 November 2017. TEMPO Yohanes Paskalis Pae Dale

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk. atau BCA Jahja Setiaatmadja menyebutkan ada sejumlah debitur yang gagal bayar dalam program restrukturisasi kredit. BCA hingga kini masih terus mendata dan menghitung lebih jauh jumlah debitur yang diperkirakan gagal membayar utangnya tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Kalau yang gagal pasti ada, cuma yang belum tahu sedikit atau tidak," kata Jahja ketika dihubungi, Rabu, 16 September 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perusahaan, kata Jahja, telah menjalankan sejumlah strategi yang berbeda dalam mencegah nasabah mengalami kegagalan setelah mendapatkan restrukturisasi. BCA juga belum dapat memproyeksi sejauh mana kenaikan rasio kredit bermasalah akan meningkat ketika restrukturisasi berakhir.

Sebab, OJK berencana memperpanjang kebijakan restrukturisasi sampai dengan 2022. "Per nasabah beda-beda caranya tidak bisa diceritakan. Seperti dokter yang pasien beda-beda sakitnya, obatnya juga beda-beda," tutur Jahja.

Sepanjang Maret hingga Juni 2020, BCA telah memproses pengajuan restrukturisasi kredit senilai Rp 115 triliun. Angka ini setara dengan 20 persen dari total portofolio kredit yang berasal dari 118.000 nasabah. Per 30 Juni 2020, total kredit yang telah selesai direstrukturisasi tercatat senilai Rp 69,3 triliun atau 12 persen dari total portofolio kredit.

Secara umum BCA melihat adanya kemungkinan peningkatan kredit yang direstrukturisasi hingga 20-30 persen dari total portofolio kredit, yang berasal dari 200.000-250.000 nasabah.

Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA Hera F. Haryn menambahkan, perseroan senantiasa melihat perkembangan usaha dan memantau kinerja bisnis para nasabah. BCA secara proaktif juga merestrukturisasi kredit nasabah yang memiliki prospek bisnis yang positif dalam jangka panjang namun kini mengalami kesulitan keuangan.

Restrukturisasi di BCA umumnya dilakukan dengan memperpanjang tenor pinjaman untuk meringankan pembayaran kredit nasabah terutama kepada nasabah yang sektor usahanya terdampak pandemi Covid-19. "BCA berkomitmen mendukung nasabah untuk menghadapi kondisi perlambatan bisnis dengan memberikan restrukturisasi kredit secara selektif pada berbagai segmen," ucap Hera.

Sebelumnya BCA juga telah melaporkan peningkatan rasio kredit bermasalah per semester pertama tahun ini. Kenaikan rasio kredit macet ini terimbas dari pandemi Covid-19 yang membuat kualitas kredit memburuk. Padahal selama empat tahun terakhir, BCA mampu menurunkan rasio kredit bermasalah.

Rasio kredit macet atau non performing loan (NPL) BCA pada semester I tahun 2020 adalah sebesar 2,1 persen atau naik 0,7 persen dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya. Sementara, pada semester I tahun 2018, BCA bisa menurunkan NPL 10 bps menjadi 1,4 persen dari posisi semester I tahun 2017 sebesar 1,5 persen.

BISNIS

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus