Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI, Sunarso, mengusulkan agar pemerintah membentuk tim khusus untuk memverifikasi data nasabah yang berkaitan dengan program penghapusan piutang macet UMKM. Pasalnya, ada potensi moral hazard baik di sisi calon penerima penghapusan piutang maupun pihak perbankan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ada juga (kemungkinan moral hazard dari bank), supaya bank juga tidak seenaknya menghapus utang, maka saya usulkan harus ada tim dari pemerintah yang memverifikasi,” kata Sunarso dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VI DPR RI di Kompleks Senayan, Rabu, 13 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Sunarso, tim tersebut bisa memverifikasi data yang diberikan oleh bank untuk memastikan apakah calon penerima penghapusan piutang macet sesuai dengan ketentuan. Setelah itu, kata dia, perbankan bisa melakukan eksekusi hapus tagih terhadap data yang sudah lolos verifikasi.
Presiden Prabowo Subianto resmi meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pada Selasa, 5 November 2024. Melalui PP ini, pemerintah akan menghapus piutang di sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kelautan.
Pemerintah akan menjalankan salah satu skema, yaitu penghapustagihan. Dalam PP Nomor 47 ini pemerintah mengatur kalau bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau non-BUMN tak bisa menagih utang ke debitur atau nasabah setelah penghapusbukuan dilakukan.
Sunarso mengatakan, penghapusan piutang macet hanya bisa dilakukan untuk nasabah yang sudah dihapusbuku minimal lima tahun sejak PP ini diteken. Penghapusbukuan piutang, kata dia, dilakukan bank untuk membersihkan neraca keuangannya. Pada proses tersebut, bank mengeluarkan biaya dari cadangan kerugian penurunan nilai atau CKPN.
Namun, setelah dihapusbuku, bank masih bisa melakukan tagihan terhadap piutang tersebut. Hasil yang didapat oleh bank dalam proses penagihan pasca-penghapusbukuan piutang disebut pendapatan recovery.
Selain itu, Sunarso mengingatkan bahwa program ini hanya berlaku bagi penerima program kredit yang sudah selesai. Kredit Usaha Rakyat atau KUR misalnya, merupakan program kredit yang masih berjalan hingga sekarang sehingga penerimanya tidak mendapatkan penghapustagihan piutang macet.
Selain itu, dalam Pasal 12 PP Nomor 40 Tahun 2024 itu, pemerintah akan menyetip piutang kredit maksimal Rp 500 juta per debitur atau atau bahan usaha. Sementara, bagi per penanggung utang atau individu akan dikenai maksimal Rp 300 juta.
Adil Al Hasan berkontribusi pada artikel ini.