Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Senior Bright Institute Awalil Rizky merespons instruksi efisiensi anggaran Presiden Prabowo Subianto kepada kementerian dan lembaga. Menurut dia, pemerintah perlu berhemat untuk menekan defisit dan mencegah penambahan utang baru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, Prabowo menargetkan belanja kementerian dan lembaga dapat dihemat hingga Rp 256,1 triliun. Hal ini tertuang dalam instruksi presiden (Inpres) Nomor 1 tahun 2025 yang dikeluarkan pada 22 Januari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Awalil mengatakan efisiensi memang perlu dilakukan karena kas negara tahun ini bakal menghadapi tantangan yang cukup berat. Pendapatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 ditargetkan sebesar Rp 3.005,1 triliun.
“Butuh kenaikan 5,72 persen dari realisasi sementara 2024 yang mencapai Rp 2.842,5 triliun. Target ini cukup berat dilihat dari prospek perekonomian 2025 yang dikemukakan berbagai pihak, termasuk IMF dan World Bank,” ujarnya kepada Tempo, Selasa, 4 Februari 2025.
Pemerintah juga menetapkan penerimaan perpajakan APBN 2025 sebesar Rp 2.490,9 triliun. Padahal, kata Awalil, realisasi penerimaan pada 2024 justru mengalami short fall atau tak mencapai target. Tahun ini pemerintah butuh mengejar kenaikan hingga 11,56 persen dari realisasi sebelumnya.
Jika target pendapatan tidak tercapai dan belanja tak dikurangi sejak awal, maka defisit akan melebar. Pemerintah menargetkan rasio defisit terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2025 mencapai 2,53 persen. Bright Institute memprediksi defisit tahun ini bisa membesar mendekati 3 persen terhadap PDB.
Total belanja kementerian dan lembaga 2025 juga meningkat. Tahun ini ditetapkan Rp 1.160,9 triliun atau naik Rp 69,3 triliun dibanding target tahun lalu sebesar Rp 1.090 triliun. Dengan demikian Prabowo menargetkan belanja kementerian dan lembaga dipangkas sekitar 22,06 persen.
Menurut Awalil, hasil penghematan itu sebaiknya tak dialihkan seluruhnya untuk program prioritas. “Apalagi seperti Makan Bergizi Gratis (MBG),” ujarnya.
Dia menyarankan hasil dari penghematan anggaran digunakan untuk mencegah defisit melebar dan mengurangi kebutuhan tambahan utang baru. Sementara itu, postur APBN dengan defisit Rp 616,2 triliun ternyata masih ditambah pengeluaran dalam pembiayaan seperti untuk investasi dan lainnya. Sehingga pembiayaan utang tahun ini mencapai Rp 776 triliun. Artinya, rencana berutang neto sebesar itu. Jika defisit melebar, maka dibutuhkan tambahan utang lagi.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, hingga akhir November utang pemerintah Indonesia telah mencapai Rp 8.680,13 triliun. Penambahan utang, menurut Awalil, bakal memperberat kondisi fiskal pemerintahan Prabowo di tahun-tahun berikutnya.