Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bright Institute menyampaikan hasil studinya tentang pola pengeluaran konsumsi penduduk Indonesia. Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, menyatakan sebesar 50,10 persen masyarakat Indonesia mengeluarkan uang untuk membeli kebutuhan makanan. Data tersebut dari Badan Pusat Statistik atau BPS tentang pengeluaran per kapita dalam kurun waktu satu bulan pada tahun 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ternyata menurut data terkininya, 50,10 persen pengeluaran penduduk itu adalah untuk makanan. Ya perbandingannya 50 persen dan 50 persen, tapi lebih sedikit. Non-pangannya kalah sedikit. Jadi makanan masih mendominasi," ujar Awalil dalam Webinar ulasan proyeksi Ekonomi IMF ke Indonesia melalui platform zoom pada Selasa, 5 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, pola pengeluaran konsumsi sangat penting untuk diperhitungkan karena adanya ambisi Presiden Prabowo Subianto dalam ketahanan pangan. Sehingga, lanjut Awalil, hal tersebut dapat memperlihatkan seperti apa masyarakat Indonesia memerlukan dalam hal konsumsi pangan.
"Ini penting karena salah satu bagian dari ketahanan pangan, tadi kan adaptasi, dan begitu juga kita bisa melihat kemungkinan untuk keperluan konsumsi pangan itu seperti apa dari data pengeluaran," ucap dia.
Adanya pola pengeluaran untuk konsumsi pangan, Awalil mengatakan masyarakat Indonesia sempat mengalami penurunan porsi pengeluaran uang. Dia mengatakan, hal itu karena penduduk Indonesia masih bergantung pada jumlah pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan pangan.
"Artinya apa? Artinya penduduk Indonesia itu memang kesejahteraannya masih sangat bergantung pada pengeluaran pangannya," tutur Awalil.
Dia mengatakan masyarakat Indonesia belum memenuhi standar untuk kesejahteraan dalam menjalankan suatu kehidupan. Hal tersebut, lanjut dia, karena porsi makan penduduk Indonesia masih sangat besar.
"Berarti ini bisa dibaca secara umum bahwa tidak terjadi peningkatan kesejahteraan secara umum di Indonesia karena porsi makannya masih separuh bahkan memburuk dibandingkan beberapa tahun terakhir," ujarnya.