SIARAN berlangsung sedikitnya 6 jam sehari. Untuk siaran biasa
saja, menurut orang TVRI, biayanya per jam: Rp 10 juta. Dan
penambahan jam siaran istimewa untuk SEA Games, yang 6 jam
setiap hari itu, dimulai sejak 23 Mei sampai 6 Juni. "Berapa
biayanya, belum diperinci," kata Drs. H. Subrata, direktur TVRI.
Mengudara secara terpisah-pisah, pagi dua jam (mulai pukul 09.00
WIB), sore dua setengah jam (mulai pukul 14.00) dan malam hari
sesudah Dunia Dalam Berita, siaran khusus SEA Games ke-12 di
Singapura itu langsung disiarkan dari studio mini TVRI
Singapura.
Terletak di kompleks tv Singapura, Singapura Broadcasting
Corporation (SBC), studio mini itu menempati sebuah kontainer
berukuran kira-kira 3 x 10 meter. Di kiri pintu masuk, bercokol
tempat duduk dan meja penyiar, berlatar belakang lukisan Kota
Singapura. Di kanan, di belakang kamera siaran, terdapat
berbagai peralatan. Studio ini dilengkapi juga dengan 10 pesawat
telepon. Satu buat hubungan langsung ke Jakarta. Selebihnya
mcnghubungkan studio ke lokasi pertandingan, misalnya, Stadion
Nasional dan Universitas Nasional.
"Sebetulnya tidak ada kejutan, sebab pola siaran serupa pernah
dilaksanakan pada SEA Games sebelumnya di Manila, Filipina,
1981," tutur Subrata. Tapi kali ini, kata Subrata, memang ada
prestasi yang dikejar -- selain ingin menyiarkan prestasi olah
raga Indonesia di SEA Games sebanyak-banyaknya dan
seluas-luasnya. Yaitu, tambah Subrata, mengkongkretkan bentuk
kerjasama negara-negara ASEAN di bidang penyiaran televisi yang
merupakan bagian dari kerja sama penyiaran radio dan televisi
kawasan Asia-Pasifik.
Kebetulan Subrata sejak 1976 adalah ketua dari organisasi kerja
sama itu, ABU (Asian Broadcasting Union). "Inilah pertama
kalinya perwujudan bentuk kerja sama negara-negara ASEAN dalam
menyiarkan hasil-hasil SEA Games," kata Subrata. Sebelumnya
siaran-siaran itu merupakan hasil kerja negara masing-masing.
"Konsep kerja sama inilah yang nanti akan diterapkan pada SEA
Games ke-13 di Brunei," ujar Drs. Ishadi S.K. Msc, ketua Tim
TVRI di SEA Games Singapura.
Hasil kerja sama tersebut bisa dinikmati penonton TVRI dalam
siaran khusus itu. Misalnya, seperti dicontohkan Ishadi, laporan
pertandingan volly antara Indonesia dengan Thailand. Waktu itu
pertandingan berlangsung di stadion yang diliput OB Van (Outside
Broadcast Van atau mobil siaran di luar) Singapura. Maka petugas
TVRI meminta siaran dan mengatur fokus kepada para pemain
Indonesia. Cara semacam itu juga dilakukan negara-negara lain.
Malaysia, misalnya, dengan OB Van Indonesia minta siaran sepak
takraw yang tak populer di negeri kita.
Hal itu dimungkinkan karena negara-negara peserta SEA Games
saling menyumbang OB Van. Tuan rumah, Singapura, menyumbang 3
buah, sedang Indonesia dan Thailand masing-masing membantu
sebuah. Dengan mobil siaran luar itu, baik siaran langsung
maupun rekaman, bisa dilakukan tersendiri atau sekaligus.
Tapi buat merekam acara yang tak terjangkau OB Van masih
diperlukan kamera ENG (electronic news gathering atau pengumpul
berita elektronis). Indonesia membawa kamera ENG tiga buah,
Malaysia sebuah dan tuan rumah menyediakan sejumlah kamera jenis
ini.
Selain membawa OB Van dan kamera ENG, TVRI juga membawa
peralatan untuk keperluan sendiri seperti SBK (stasiun bumi
kecil), buat mengirimkan berita dan gambar lewat Satelit Palapa
2. SBC memang belum memiliki alat yang bisa melempar siaran ke
Satelit Palapa. Malaysia menggunakan microwave, Filipina,
Thailand dan Brunei menggunakan Satelit Intelsat. Biaya Intelsat
mahal, karena itu Thailand amat membatasi siarannya.
Alhasil, untuk menambah siaran 6 jam itu, TVRI mengerahkan
tenaga 43 orang. Sebagian besar untuk melayani peralatan yang
beratnya mencapai 13,5 ton. Berkat bantuan Pangab Benny
Moerdani, peralatan itu bisa diterbangkan ke Singapura dengan
pesawat Hercules.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini