SEORANG filsuf Yunani pernah berkata bahwa nasib terbaik
adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda,
dan yang tersial adalah umur tua.
Yang menulis itu, Soe Hok Gie, cendekiawan muda Sarjana Sastra
UI, yang tewas di puncak Gunung Semeru 16 Desember 1969 --
sehari sebelum usianya genap 27 tahun. Ia menuangkan pikirannya
itu pada tanggal 12 Januari 1962, ketika umurnya belum lagi 20
tahun, seperti dapat dibaca dalam rangkaian catatan hariannya
yang baru diterbitkan LP3ES: Soe Hok Gie, Catatan Seorang
Demonstran.
Dalam buku saku setebal 400 halaman lebih itu, Hok Gie secara
cermat mencatat rangkaian kejadian dan nama. Ia menyinggung
antara lain gagasan Prabowo membentuk Korps Pioneer (hal. 308,
Minggu 18 Mei 1969).
Prabowo yang dimaksud tak lain dari menantu Pak Harto yang kita
kenal sekarang.
Buku harian itu banyak menyebut nama Arif Budiman (kakak kandung
penulisnya), PK Oyong, Nono Anwar Makarim, Jakob Oetama, Prof
Sumitro Djojohadikusumo, Harsya Bachtiar, Mochtar Lubis serta
sejumlah nama dari pelbagai kalangan. "Dia (Soe Hok Gie)" adalah
seorang jujur dan berani. Dan mengerikan, karena ia maju lurus
dengan prinsip-prinsipnya tanpa kenal ampun. Maka sering kali ia
bentrok karena dianggap tidak taktis," tulis Nugroho Notosusanto
di Kompas 26 Desember 1969 -- yang tercantum di kulit belakang
buku itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini