Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bukalapak Stop Penjualan Produk Fisik. Apa Dampaknya terhadap Persaingan E-Commerce

Bukalapak menghentikan layanan penjualan fisik untuk menyelamatkan pendapatan. Bagaimana dampaknya terhadap pasar e-commerce?

14 Januari 2025 | 06.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kantor pusat Bukalapak di Metropolitan Tower, Jakarta, 21 Oktober 2022. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Bukalapak memutuskan menghentikan layanan penjualan produk fisik mulai Februari 2025. Kontribusi penjualan produk fisik hanya sekitar 3 persen terhadap total pendapatan perusahaan.

  • Shopee dan Tokopedia diperkirakan makin menguasai pangsa pasar e-commerce Indonesia.

  • Kementerian Perdagangan memproyeksikan nilai transaksi e-commerce tahun ini akan tumbuh 7-8 persen dibanding pada 2024.

DI tengah tekanan persaingan e-commerce di Tanah Air, Bukalapak memutuskan mengubah strategi bisnisnya. Platform yang didirikan pada 2010 itu berencana menghentikan layanan penjualan produk fisik mulai Februari 2025. Bukalapak akan berfokus pada penjualan produk virtual, seperti pulsa prabayar, paket data, token listrik, dan layanan pembayaran.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Head of Media and Communication Bukalapak Dimas Bayu menjelaskan, keputusan itu dibuat demi menjaga pendapatan perusahaan yang berkelanjutan. "Perubahan ini adalah langkah yang diperlukan untuk berfokus pada lini bisnis yang telah kami kembangkan dan yang memiliki potensi pertumbuhan lebih besar," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Senin, 13 Januari 2025.

Penjualan produk fisik melalui platform Bukalapak berkontribusi hanya sekitar 3 persen terhadap total pendapatan perusahaan. Dimas mengatakan penutupan layanan tersebut dilakukan demi mencapai earning before interest, taxes, depreciation, and amortization (EBITDA) yang positif. 

EBITDA menghitung pendapatan sebelum bunga, pajak, penyusutan, dan amortisasi. Pada kuartal ketiga 2024, EBITDA perusahaan berkode saham BUKA ini tercatat minus Rp 168 miliar. CEO Bukalapak Willix Halim, dalam keterangan resmi pada 30 Oktober 2024, menyatakan kondisi itu tidak sejalan dengan target profitabilitas pada 2024. 

Pendapatan Bukalapak pada Januari-September 2024 meningkat 2 persen secara tahunan menjadi Rp 3.400 miliar. Karena itu, EBITDA membaik, meski masih minus Rp 68 miliar. Adapun menurut laporan keuangan kuartal ketiga 2024, Bukalapak mencatatkan kas, setara kas, dan investasi yang likuid setara dengan Rp 19 triliun.  

Bukalapak mencatatkan rugi periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada entitas induk BUKA sebesar Rp 597,34 miliar atau lebih kecil dibanding periode sebelumnya pada 2023 yang sebesar Rp 776,22 miliar. Namun Bukalapak masih mencatatkan rugi usaha Rp 1,32 triliun atau naik 2,12 persen secara tahunan dibanding pada 2023 yang sebesar Rp 1,28 triliun. 

Dalam pertemuan bersama Menteri Perdagangan Budi Santoso pada Jumat, 10 Januari 2025, CEO Bukalapak Victor Lesmana mengatakan perusahaannya akan beralih fokus pada lini bisnis baru, seperti Mitra Bukalapak, gaming, investment, dan retail. Ia menilai segmen-segmen tersebut memiliki prospek bisnis yang positif.

Budi pun mendukung keputusan Bukalapak dalam mengubah fokus bisnisnya sebagai strategi pertumbuhan perusahaan. "Kementerian Perdagangan menyambut baik inisiatif Bukalapak untuk mendukung transformasi digital perekonomian Indonesia. Salah satunya melalui digitalisasi warung dan UMKM melalui program kemitraan dan layanan virtual,” ujar Budi. 

Direktur Bukalapak Victor Lesmana bertemu dengan Menteri Perdagangan Budi Santoso di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, 10 Januari 2025. Dok. Kementerian Perdagangan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Persaingan bisnis antarplatform e-commerce di Tanah Air makin dinamis dan kompetitif seiring dengan pertumbuhannya yang signifikan. Berdasarkan hasil riset Google, Temasek, dan Bain & Company, nilai gross merchandise value (GMV) sektor e-commerce Indonesia pada 2024 diperkirakan mencapai US$ 65 miliar. Angka ini tumbuh 10,17 persen dibanding pada 2023 yang hanya sebesar US$ 59 miliar. Pertumbuhan ini memuat GMV ekonomi digital Indonesia menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. GMV adalah nilai barang dagangan kotor yang menunjukkan nilai barang yang dijual melalui pasar pelanggan ke pelanggan.

Pertumbuhan juga ditandai dengan meningkatnya jumlah pengguna platform e-commerce di Indonesia. Berdasarkan analisis Statista, pada 2024, jumlah pengguna platform e-commerce di Indonesia diperkirakan mencapai 65,65 juta atau meningkat 7,02 juta dibanding pada 2023.

Badan Pusat Statistik (BPS) pun mencatat jumlah pelaku usaha UMKM yang berdagang online sepanjang 2024 terus meningkat. Sebanyak 37,79 persen dari total UMKM telah melakukan perdagangan secara daring dengan memanfaatkan platform e-commerce. Persentase ini meningkat dibanding pada tahun sebelumnya yang hanya sebesar 28,75 persen dari total UMKM. 

Secara penyebaran, berdasarkan data BPS, dominasi pelaku usaha e-commerce berada di Pulau Jawa. Jumlah usaha e-commerce terbanyak ada di DKI Jakarta sebanyak 47,28 persen; Banten 47,2 persen; Jawa Barat 44,27 persen; Jawa Tengah 41,4 persen; dan Jawa Timur 38,4 persen. 

Direktur Perdagangan Dalam Negeri Moga Simatupang mengatakan pertumbuhan bisnis e-commerce sejalan dengan peningkatan daya saing dan pembukaan akses pasar yang lebih luas. Saat ini terdapat lima platform yang memiliki jumlah pengunjung terbanyak. "Tiap platform e-commerce terus mengembangkan fitur ataupun inovasi untuk meningkatkan layanan dan memberikan pengalaman baru, baik bagi konsumen maupun pelaku usaha," ucap Moga. 

Lima platform tersebut adalah Shopee, Tokopedia, Lazada, Blibli, dan Bukalapak. Moga merujuk pada data SimilarWeb yang menunjukkan Shopee memiliki jumlah kunjungan terbanyak, yaitu 2,35 miliar. Disusul Tokopedia sebanyak 1,25 miliar; Lazada 762,4 juta; Blibli 337,4 juta; dan Bukalapak 168,2 juta. 

Berdasarkan hasil riset Momentum Works, Shopee juga memimpin pangsa pasar e-commerce di Indonesia sebanyak 40 persen. Pada kuartal ketiga 2024, GMV anak usaha Sea Limited ini naik 25 persen menjadi US$ 25,1 miliar secara tahunan. Shopee pun menyumbangkan pendapatan terbesar bagi Sea Limited, yaitu 73,5 persen atau sebesar US$ 3,2 miliar. Capaian ini melesat 42 persen dibanding periode yang sama pada 2023.

Di posisi kedua, Tokopedia tercatat menguasai pangsa pasar sebesar 30 persen dengan total GMV US$ 16,14 miliar atau sekitar Rp 261,5 triliun. Pada kuartal ketiga 2024, perusahaan ekosistem digital PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) mencatat rugi yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk hingga kuartal III 2024 menjadi Rp 4,31 triliun. Angka tersebut menyusut sebesar 55 persen dibanding periode yang sama pada 2023 yang sebesar Rp 9,54 triliun.

Head of Communications Tokopedia and TikTok E-Commerce Aditia Grasi Nelwan mengemukakan, mengacu pada data Tokopedia dan Shop Tokopedia kuartal IV 2024 dibanding kuartal IV 2023, tercatat sederet upaya pemberdayaan telah dilakukan untuk mendorong adanya tren positif di tiap platform pada kuartal IV 2024 di skala nasional. Sejumlah provinsi di Indonesia mengalami peningkatan transaksi tertinggi di Tokopedia dan Shop Tokopedia, antara lain Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali, dengan rata-rata lebih dari 10 kali lipat.

Menurut Moga, faktor utama yang mempengaruhi tingkat persaingan di industri ini adalah infrastruktur dan literasi digital masyarakat. Jumlah pengguna e-commerce Indonesia yang terus meningkat mendorong peningkatan infrastruktur digital. Perilaku konsumen yang makin terbiasa berbelanja online juga mendorong platform e-commerce berinovasi untuk menciptakan pengalaman belanja yang lebih nyaman.

Moga optimistis pasar e-commerce Indonesia tahun ini akan terus berkembang. Kementerian Perdagangan memproyeksikan nilai transaksi e-commerce tahun ini akan tumbuh sebesar 7-8 persen dibanding pada 2024. Ia berpendapat pasar e-commerce masih sangat potensial bagi UMKM untuk meningkatkan penjualan, dan platform dengan fasilitas lintas negara (cross-border) memudahkan UMKM mengekspor.

Pelaku usaha yang tergabung dalam Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) juga yakin tren berbelanja online di Tanah Air masih akan menguat karena perilaku belanja masyarakat yang mengutamakan kemudahan sudah terbentuk. Namun Sekretaris Jenderal idEA Budi Primawan mengatakan masih ada kekhawatiran soal daya beli konsumen yang melemah sejak tahun lalu.

Karena itu, Budi menekankan pentingnya bagi platform e-commerce memperhatikan perubahan tren belanja masyarakat. Menurut dia, platform e-commerce memang perlu berinovasi agar pertumbuhannya tetap terjaga dan dapat bersaing. 

Persaingan yang ketat serta tekanan dari pelemahan daya beli dinilai berpotensi membuat jumlah pemain e-commerce di Indonesia makin menyusut. Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan platform e-commerce yang tidak dapat mendominasi pasar biasanya mencoba strategi baru untuk bertahan, seperti yang dilakukan oleh Bukalapak. 

Menurut Heru, Bukalapak mencoba keluar dari persaingan ketat e-commerce, tapi strategi tersebut belum terlihat memberikan dampak signifikan pada pendapatan perusahaan. Meski toko fisiknya kini menyumbang 3 persen dari pendapatan, perubahan ini diperkirakan belum mampu menghasilkan kontribusi besar.

Heru berpandangan langkah itu juga tidak mudah karena kini ada banyak kompetitor yang menjual produk serupa, termasuk perbankan dan dompet digital yang juga menawarkan produk yang sama. Jika Bukalapak tidak dapat bersaing dengan pemain besar, imbasnya bisa keluar dari pasar. Hal ini akan membuat pasar makin terkonsentrasi pada beberapa pemain besar saja.

Tampilan situs web marketplace Bukalapak pada 13 Januari 2025. TEMPO/M. Taufan Rengganis


Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies Nailul Huda menilai persaingan e-commerce di Indonesia memang cukup sengit. Saat ini struktur pasar e-commerce di Indonesia terbagi menjadi tiga lapisan besar dengan perbedaan kekuatan dan fokus.

Pada lapisan pertama, tutur Nailul, ada Shopee dan Tokopedia-TikTok. Sebelum Tokopedia dan TikTok melakukan merger, Tokopedia dan Shopee pun bersaing. Setelah Tokopedia bergabung dengan TikTok pada 2024, persaingan dengan Shopee makin ketat. Hal ini terutama karena keduanya masih memiliki dana besar untuk mendukung pemasaran dan promosi atau yang sering disebut strategi bakar uang.

Kemudian, pada lapisan kedua, terdapat middle platform, seperti Blibli, Lazada, dan Bukalapak. Sebelum ke Tokopedia, TikTok Shop berada di layer ini. Tutupnya penjualan fisik Bukalapak, tutur Nailul, praktis membuat middle platform hanya diisi Blibli dan Lazada. Sementara itu, lapisan ketiga terisi platform e-commerce skala kecil dan lokal.

Shopee dan Tokopedia diperkirakan makin menguasai pangsa pasar e-commerce Indonesia. Keputusan Bukalapak menutup layanan penjualan produk fisik membuat kompetitor makin berkurang. Sementara itu, pasar e-commerce terus tumbuh dengan jumlah pengguna yang terus naik. Begitu pula nilai transaksi yang melambung tinggi. Transaksi e-commerce pada 2024 diperkirakan naik dibanding pada tahun lalu, dari Rp 453 triliun menjadi Rp 487 triliun. Adapun jumlah pengguna e-commerce pada 2023 mencapai 58,63 juta atau melonjak dibanding pada tahun sebelumnya sekitar 50,89 juta.

Nailul menyebutkan Shopee dan Tokopedia-TikTok saat ini bersaing dalam dua hal, inovasi dan bakar uang. Inovasi yang dilakukan keduanya adalah mengembangkan fitur live shopping. Shopee kini sudah mengembangkan live shopping secara masif. Sedangkan Tokopedia sangat terbantu oleh ekosistem live streaming TikTok sebagai media sosial. 

Dalam keterangannya pada 23 Desember 2024, seperti dikutip Antara, Shopee mencatatkan penjualan lebih dari 1 miliar produk UMKM melalui fitur Shopee Live sepanjang 2024. Direktur Eksekutif Shopee Indonesia Christin Djuarto mengatakan jumlah kreator Shopee Live meningkat 50 persen sepanjang tahun ini, dengan total akumulasi durasi konten mencapai 735 juta jam.

Terbaru, Shopee masuk ke ekosistem YouTube yang memudahkan mereka memasarkan produknya melalui video ataupun live streaming di YouTube. Mereka juga masih melakukan bakar uang guna menarik lebih banyak konsumen. "Tidak bisa dimungkiri, konsumen kita masih price-oriented consumer. Artinya, harga menjadi daya tarik utama dalam berbelanja via digital," tutur Nailul.

Persaingan harga ini juga menjadi tantangan bagi pemain bisnis e-commerce untuk mendapatkan pendanaan. Sebab, pendanaan menjadi kunci pelaku bisnis e-commerce bisa bersaing di level tertinggi. Di sisi lain, Nailul memperkirakan pendanaan masih cukup seret pada 2025. Pasalnya, banyak investor masih menunggu keputusan dari The Fed mengenai suku bunga. 

Jika suku bunga tetap tinggi, menurut Nailul, pendanaan sektor digital masih seret, termasuk untuk e-commerce. Meski demikian, transaksi e-commerce di Indonesia diperkirakan masih terus tumbuh pada 2025 meskipun tipis.

Martha Warta Silaban berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Riani Sanusi Putri

Riani Sanusi Putri

Lulusan Antropologi Sosial Universitas Indonesia. Menekuni isu-isu pangan, industri, lingkungan, dan energi di desk ekonomi bisnis Tempo. Menjadi fellow Pulitzer Center Reinforest Journalism Fund Southeast Asia sejak 2023.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus