Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengklaim kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) tak berdampak signifikan bagi harga barang dan jasa. Dalam pernyataan resmi yang dikeluarkan DJP pada 21 Desember 2024, tarif PPN 12 persen disebut hanya memberikan tambahan harga 0,9 persen bagi konsumen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Wahyudi Askar mengatakan pernyataan tersebut tak benar. “Pernyataan DJP sangat menyesatkan dan keliru secara statistik dan substansi ekonomi," ujarnya dalam pernyataan tertulis yang diterima Tempo Senin, 23 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktorat Jenderal Pajak, menurut Askar, menghitung kenaikan PPN dengan harga jual agar seolah-olah kenaikannya harganya hanya 0,9 persen. Perhitungan ini sangat sesat karena estimasi ini tidak mempertimbangkan efek kumulatif.
Ketika PPN naik, ujar Askar, pembentuk harga barang dan jasa juga akan mengalami perubahan, sehingga setiap perubahan harga komponen yang ada dalam rantai pasok dan proses produksi harus diestimasi satu per satu. “Harga akhirnya, pasti tidak akan sama dengan sebelum PPN,” ujarnya.
Pajak Pertambahan Nilai bakal naik dari 11 persen menjadi 12 persen pada 1 Januari 2024. Menurut Askar, DJP mencoba menyamarkan dampak kenaikan PPN hanya berupa penambahan harga sebesar 1 persen padahal ada efek kumulatifnya. Hal ini, menurut dia, tampak sebagai upaya menyembunyikan dampak negatif kenaikan PPN ini dengan formula statistik yang mengelabui.
Pemerintah disebut gagal mempertimbangkan efek pengganda dan reaksi dari pelaku pasar. Ketika PPN dinaikkan, gejolak harga barang bisa lebih besar dibandingkan persentase kenaikan PPN. “Ini pasti terjadi karena adanya gejolak pada permintaan di mana masyarakat cenderung mengurangi belanja. Momen penyesuaian PPN 12persen juga bersamaan dengan Natal dan tahun baru yang biasanya terjadi kenaikan harga secara musiman.”
Sebelumnya Direktorat Jenderal Pajak menyebut sesuai kesepakatan pemerintah dengan DPR, kenaikan PPN dilakukan secara bertahap, dari 10 persen menjadi 11 persen mulai 1 April 2022. Kemudian, dari 11 persen menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025. Namun DJP memastikan kenaikannya tak berdampak besar pada harga. “Kenaikan PPN 11 persen jadi 12 persen hanya menyebabkan tambahan harga sebesar 0,9 persen bagi konsumen,” tulis Direktorat Jenderal Pajak.
Sesuai aturan sebelumnya, kenaikan PPN tak berlaku untuk jenis kebutuhan pokok dan jasa seperti pendidikan dan kesehatan. DJP membenarkan kenaikan tarif PPN berlaku untuk seluruh barang dan jasa yang selama ini dikenai tarif 11 persen. “Kecuali beberapa jenis barang yang merupakan kebutuhan masyarakat banyak, yaitu minyak goreng MinyaKita, tepung terigu, dan gula industri.”