Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Cerita Kominfo soal Revisi Kedua UU ITE: Ada Banyak Keluhan Terutama di Aspek Pidana

Direktur Pengendalian Informatika Kementerian Kominfo, Teguh Arifiyadi, menceritakan proses revisi kedua UU ITE. Ada temun 70 persen kasus asimetri

12 Juli 2024 | 07.30 WIB

Terdakwa kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang (UU) ITE Adam Deni Gearaka menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Selasa, 7 Mei 2024. Selebgram Adam Deni Gearaka dituntut pidana 1 tahun penjara dalam kasus pencemaran nama baik Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni terkait pembungkaman atau suap Rp30 miliar.  ANTARA /Reno Esnir
Perbesar
Terdakwa kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang (UU) ITE Adam Deni Gearaka menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Selasa, 7 Mei 2024. Selebgram Adam Deni Gearaka dituntut pidana 1 tahun penjara dalam kasus pencemaran nama baik Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni terkait pembungkaman atau suap Rp30 miliar. ANTARA /Reno Esnir

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta -Direktur Pengendalian Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Teguh Arifiyadi, menceritakan proses revisi kedua Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah menekan beleid ini pada 2 Januari 2024 lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Teguh bercerita, revisi kedua berangkat dari banyaknya keluhan dari publik, lembaga swadya masyarakat (LSM), dan media atas penerapan UU ITE. Keluhan itu sebagian besar berkisar dalam aspek pidana. Menurut Teguh, masukan-masukan itu sampai ke telinga Kominfo hingga Presiden.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dari banyaknya aspirasi masyarakat, Teguh mengatakan kementerian membuka kembali putusan-putusan pengadilan. “Kami menemukan fakta hampir 70 persen perkara UU ITE sifatnya asimetri,” kata dia dalam diskusi Gedung Kominfo, Jakarta Pusat, yang dipantau Tempo secara daring, Kamis, 11 Juli 2024.

Teguh menjelaskan, perkara-perkara asimetri atau tak seimbang itu melibatkan pihak-pihak yang tidak setara. Misalnya, orang kaya dengan orang miskin, direktur dengan pegawai, kepala daerah dengan masyarakat, hingga tokoh publik dengan orang biasa. Angka kasus itu, kata dia, terus menggelembung.

Dari temuan itu, Teguh menyimpulkan beleid itu sering disalahtafsirkan oleh penegak hukum, hakim, hingga jaksa penuntut umum. Sebab, kritik-kritik kepada pejabat publik yang diduga merupakan hinaan sebenarnya bersifat ringan. “Ini model-model yang cukup meresahkan masyarakat,” kata dia.

Akhirnya, Teguh melanjutkan, Presiden memerintahkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan saat itu, Mahfud Md. mengevaluasi aturan itu. Dia mengklaim, substansi undang-undang itu telah dirumuskan dengan baik. Tapi ketika ditafsirkan, ada perbedaan pemahaman.

Undang-undang ITE baru mengubah sejumlah ketentuan di UU Nomor 11 Tahun 2008 dan UU Nomor 19 Tahun 2016. DPR dan pemerintah diketahui menghapus Pasal 27 ayat 3 yang dianggap karet. Pasal itu mengatur pidana penghinaan atau pencemaran nama baik melalui saluran elektronik.

Namun, revisi UU ITE tidak menyentuh beberapa pasal lainnya yang selama ini dianggap sebagai pasal karet karena mengatur larangan penyebaran informasi dan dokumen elektronik bermuatan penghinaan atau pencemaran nama. Pasal-pasal karet ini adalah Pasal 27 ayat 1, Pasal 28 ayat 2 dan 3, dan pasal 29. UU ITE jilid II juga mencantumkan pasal 27A berpotensi menjadi pasal karet baru.

Pasal 27A berbunyi, "Setiap orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik."

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus