Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Tempo.Co, Jakarta - Badan Keamanan Laut atau Bakamla menemukan 30 kapal berlayar di wilayah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia pada Jumat, 3 Januari 2020. Keberadaan kapal-kapal tersebut dikawal oleh tiga armada kapal penjaga pantai atau coast guard milik Pemerintah Cina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Tadi pagi, ketika patroli udara, 30 kapal itu masih ada di sana. Saya sudah kirim lagi (pasukan pengamanan)," ujar Kepala Bakamla Laksdya Achmad Taufieqoerrochman di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta, Jumat sore.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Adapun terkait pengiriman pasukan itu, Achmad menyatakan telah menambah personel. Namun, ia tak ingin menjelaskan jumlah petugas yang saat ini berjaga di kawasan perairan Natuna Utara.
Selain organik dari Bakamla, Achmad mengatakan TNI pun turut mengerahkan pasukannya. Namun, dalam melakukan patroli, ia memastikan pasukan menggunakan strategi pendekatan. "Orang sekarang lebih senang menggunakan white hull daripada grey hull," ucapnya.
Setelah dilakukan patroli secara intensif, Achmad menyatakan kapal-kapal Cina berhasil diusir pada pukul 12.00 WIB. Adapun sore tadi, belum membarui lagi keberadaan kapal-kapal itu di perairan Natuna Utara.
Bakamla sebelumnya menemukan pelanggaran atas zona ekonomi eksklusif atau ZEE Indonesia, di perairan utara Natuna, pada Desember 2019. Bakamla menyebut kejadian ini bermula saat kapal penjaga pantai (coast guard) pemerintah Cina, muncul di perbatasan perairan.
"Pada 10 Desember, kami menghadang dan mengusir kapal itu. Terus tanggal 23 kapal itu masuk kembali, kapal coast guard dan beberapa kapal ikan dari Cina waktu itu," kata Direktur Operasi Laut Bakamla Nursyawal Embun.
Nursyawal mengatakan pada saat muncul di laut Indonesia, coast guard Cina menjaga beberapa kapal ikan yang sudah masuk di dalam ZEE Indonesia. Saat itu, keberadaan mereka diketahui oleh KM Tanjung Datu 301 milik Bakamla. Saat diusir, Nursyawal mengatakan kapal Cina menolak dengan beralasan mereka berada di wilayah perairan milik sendiri.
"Karena kita melihat dia ada dua kapal coast guard dan ada satu freegat (kapal perang) di jauh sana, jadi kita hanya shadowing saja. Kita kemudian laporan le komando atas," kata Nursyawal.
Pasca laporan Bakamla, pemerintah Indonesia lewat Kementerian Luar Negeri telah memanggil Duta Besar Cina untuk Indonesia. Indonesia melayangkan nota protes keras terhadap pemerintah Cina atas pelanggaran ini.
Pemerintah Indonesia secara tegas menolak klaim Cina atas perairan Natuna Utara yang mengacu pada Nine Dash-Line atau sembilan garis imajiner itu. Menteri Luar Negeri Retno Sumardi mengatakan klaim itu tidak berlandaskan hukum internasional yang diakui oleh Konvensi Hukum Laut PBB atau United Nations Convention for the Law of the Sea (UNCLOS).
"Kami tidak mengakui Nine Dash-Line karena itu line klaim sepihak yang dilakukan oleh Tiongkok (Cina), yang tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum internasional, terutama UNCLOS 1982," ujarnya.