Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Dan Ini Persembahan Sineas yang Serius...

10 Oktober 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Abah tak pernah malu dengan profesi tukang becak. Karena itu, Euis mencoba dengan besar hati, tak selalu mengenang-ngenang "masa jaya" keluarga itu saat mereka masih kaya-raya. Kedua adiknya, Cemara dan Agil, sering terlongong-longong mendengarkan kisah bagaimana keluarga mereka bisa hidup nikmat sebelum Abah ditipu orang. Apalagi, mereka juga punya beberapa tetangga kaya. Bukankah keinginan untuk berkecukupan itu alamiah saja?

Serial Keluarga Cemara karya Edward Pesta Sirait (yang kemudian diteruskan oleh Dedi Setiadi) adalah salah satu garapan televisi yang terbaik saat ini. Dibuat berdasarkan serial cerpen Arswendo Atmowiloto, film televisi yang ditayangkan di RCTI ini memang hanya meraih rating lima, dan tidak menggegerkan dunia remaja seperti halnya serial Saras 008. Namun, kisah sederhana yang berkisar pada cerita moral keluarga bersahaja Abah—yang jatuh miskin dan mencoba bertahan hidup—itu sungguh menyentuh tanpa harus memeras air mata penonton.

Dengan skenario yang terfokus, dialog yang wajar, dan pemain-pemain yang sangat baik (Abah dimainkan oleh Adi Kurdi dan anak-anaknya dimainkan oleh pemain baru, yakni Cherya Agustina, Anisa, dan Pujilestari), sebetulnya Keluarga Cemara mengisi kekosongan slot acara anak-anak, yang selama ini hanya diisi dengan acara musik anak dan kartun impor (Jepang) seperti Sailormoon, Wedding Peach, dan Doraemon.

Sebetulnya Miles Production pimpinan Mira Lesmana juga pernah mengisi kekosongan ini dengan sebuah telesinema berjudul Buku Catatanku, yang disutradarai oleh Riri Riza. Film yang menampilkan kisah hubungan seorang anak perempuan dengan ayahnya—diperankan oleh Gito Rollies—ini memang film televisi satu episode, tetapi film ini membuktikan bahwa penggarapan film anak-anak membutuhkan keseriusan yang sama dalamnya seperti penggarapan film untuk kalangan dewasa. Ia sama halnya seperti rencana pembuatan film musikal anak-anak Petualangan Sherina—yang digarap untuk layar lebar—oleh Mira Lesmana dan Riri Riza (pengambilan gambarnya dimulai awal November ini), yang memperlihatkan upaya yang serius dengan orkestra yang dipimpin Elfa Seciora, pemilihan pemain yang teliti (menampilkan Titi DJ sebagai ibu Sherina, Butet Kartaredjasa dan Djadug Ferianto sebagai "penjahat"), dan biaya Rp 1 miliar.

Jumlah sineas dan produser film anak-anak yang berwawasan dan menghargai inteligensi anak-anak seperti ini memang belum banyak, tetapi syukur alhamdulillah, toh, masih ada. Bahkan, Edward Pesta Sirait masih belum kapok dan bercita-cita ingin membuat serial televisi Anak-Anak Laut berdasarkan novel karya Julius Sijaranamual. "Ini buku yang luar biasa tentang petualangan anak-anak di lautan. Saya sudah lihat lokasinya di Nusa Tenggara Timur…," katanya, bersemangat. Dan dia tinggal mencarikan dana. Ini memang persoalan yang paling klasik.

LSC, IG.G. Maha Adi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
Ā© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus