MALAM itu sekitar 20 orang undangan hadir di rumah kediaman
Dubes Belanda J.B. van Gorkom di Jalan Diponegoro, Jakarta.
Acaranya pertemuan informal dengan Menteri Kerjasama Pembangunan
Belanda Jan de Koning yang sedang berkunjung di Indonesia.
Yang diundang dalam pertemuan Kamis malam pekan lalu itu
beraneka ragam. Dari pihak pemerintah antara lain tampak Menteri
PPLH mil Salim dan Sekretaris Wapres Alex Alatas. Anggota DPR
yang muncul adalah Sabam Sirait dan Imron Rosyadi. Hadir juga
bekas menteri pertambangan Sadli, bekas dubes untuk Belanda yang
kini menjabat Gubernur Lemhanas Sutopo Yuwono, Abdurahman Wahid,
Hamid Algadri, Ny. Yetti Rizali Noor serta beberapa wartawan.
Mereka dianggap mewakili masyarakat Indonesia yang terlibat
dalam proses pembangunan.
"Pertemuan ini adalah suatu eksperimen," kata Dubes Van Gorkom
tatkala membuka acara ini. Tujuannya memanfaatkan kunjungan De
Koning untuh mengadakan dialog mengenai pola hubungan
Indonesia-Belanda yang tengah berubah. Topik utama pembicaraan
adalah kemungkinan memanfaatkan hubungan kedua negara untuk
menjembatani dialog Utara-Selatan yang menghadapi kebuntuan.
Posisi kedua negara memang mendukung kemungkinan ini. Tahun ini
Indonesia mendapat giliran mengetuai organisasi negara-negara
pengekspor minyak (OPEC), sedang Belanda mengetuai Masyarakat
Ekonomi Eropa (MEE). Mungkinkah kedua negara secara bersama
melakukan ikhtiar untuk menembus kebekuan dialog Utara-Selatan
ataukah sebaiknya usaha itu dilakukan kedua negara dalam kubunya
masing-masing?
Pilihan tampaknya jatuh pada kemungkinan kedua. Namun hasil
pertemuan selama sekitar dua jam itu tidak hanya itu saja.
Disadari pula kemudian bahwa hubungan Utara-Selatan bukan hanya
masalah pihak pemerintah saja seperti yang terjadi saat ini.
Lingkungan masyarakat yang lebih luas perlu juga dilibatkan,
agar kesadaran pentingnya masalah ini menyebar untuk kemudian
bisa mendorong terbentuknya pendapat umum yang kuat yang bisa
menopang usaha yang dilakukan pihak pemerintah.
Pertemuan informal itu merupakan "hasil samping" kunjungan
Menteri Kerjasama Pembangunan dari Belanda ini. Kunjungan De
Koning, yang juga menjabat Ketua Sidang IGGI, kali ini terjadi
dalam suasana yang lain. Posisi ekonomi Indonesia saat ini jauh
lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Neraca pembayaran
Indonesia sangat bagus, terutama berkat ekspor minyak bumi.
Hingga timbul dugaan, dan kekhawatiran dari sementara pihak,
bahwa dalam sidangnya Mei nanti di Amsterdam IGGI mungkin akan
mengurangi bantuannya.
Puas
Kekhawairan itu diredakan oleh De Koning. "IGGI berpendapat
bantuan keuangan dan teknik kepada Indonesia perlu dilanjutkan,"
ujarnya sebelum meninggalkan Indonesia Sabtu siang lalu. Sebab
sekalipun neraca Indonesia dinilai positif, masalah-masalah
fundamental dalam pembangunan masyarakat Indonesia masih banyak
dan belum selesai. Misalnya, "masalah kependudukan, pembangunan
prasarana dan masalah-masalah sosial," katanya.
Jan de Koning juga mengungkapkan, sejak IGGI terbentuk pada
1967 untuk pertama kalinya Indonesia tidak minta peningkatan
bantuan. "Pemerintah Indonesia akan puas bila bantuan
dipertahankan sejumlah yang diberikan tahun lalu," katanya dalam
konperensi pers di Lapangan Terbang Halim Perdanakusuma.
Tahun lalu Indonesia memperoleh bantuan IGGI $ 2,1 milyar dengan
perincian $ I milyar sebagai pinjaman dan hibah bilateral
negara-negara IGGI, sedang sisanya berasal dari lembaga keuangan
multilateral seperti Bank Dunia dan Bank International untuk
Rekonstruksi dan Pembangunan (IBRD). Jumlah bantuan untuk
1979/1980 lebih besar, sebanyak US$ 2,7 milyar.
Pada tahun-tahun lalu, biasanya IGGI menyetujui permintaan
bantuan yang diajukan Indonesia. Hingga mungkin sekali sidang
IGGI yang akan dilangsungkan Mei di Negeri Belanda juga akan
memenuhi permintaan ini. Dugaan ini diperkuat oleh beberapa
pernyataan De Koning.
Misalnya ia menegaskan kepuasannya dengan cara pemerintah
menggunakan bantuan IGGI. Dipujinya kegiatan pemerintah
Indonesia selama tahun lalu yang sudah melaksanakan perencanaan
yang dibuat dengan baik sekali. Ia juga menganggap Indonesia
telah berhasil mengembangkan cara dan teknologi untuk
melaksanakan pembangunan yang menyeluruh di suatu negara
berkembang.
Dalam kaitan ini De Koning melihat kemungkinan perluasan bantuan
teknik Indonesia pada negara berkembang lain, misalnya Tanzania,
Papua Nugini dan Bangladesh. Sedang pihak Belanda ikut serta
dengan bantuan keuangan.
Semua kesan itu diperoleh De Koning dalam kunjungannya yang
berlangsung selama 10 hari di sini. Ia melihat banyak proyek
besar dan kecil puskesmas, MHT (perbaikan kampung), PKK
(perbaikan kesejahteraan keluarga), industri kulit, bendungan
Jatiluhur dan proyek transmigrasi Sitiung.
Menteri Kerjasama Pembangunan Belanda ini juga melihat perlunya
perbaikan struktur ekonomi dan struktur ekspor Indonesia yang
saat ini terlalu tergantung pada minyak humi, yang harus
dilakukan menjelang akhir tahun delapan puluhan. Kebijaksanaan
subsidi BBM dan pangan yang dilakukan pemerintah Indonesia
sekarang ini dianggapnya teknik yang baik untuk meratakan
tambahan pendapatan bagi kepentingan seluruh masyarakat. "Namun
dalam jangka panjang kebijaksanaan ini bisa menimbulkan
kesulitan," ujarnya.
Jan de Koning tidak menjelaskan alasan pandangannya. Mungkin
yang dikhawatirkannya adalah: subsidi tersebut bisa mendorong
laju inflasi. Lagipula tidak seluruh golongan masyarakat
mendapat manfaat yang sama dari kebijaksanaan subsidi tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini