Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dekan Universitas Gadjah Mada (UGM) Siti Murtiningsih menilai teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dapat melepaskan dimensi manusiawi dari kerja. Ia mengatakan AI generative juga merupakan contoh paling nyata dalam pencurian nilai kerja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Hadirnya AI generative ini, pencurian nilai kerja menjadi semakin tampak gamblang," kata dia dalam diskusi virtual yang diselenggarakan ELSAM, Jumat, 25 Agustus 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menjelaskan sistem AI generative tidak bisa menciptakan satu luaran tertentu tanpa basis data yang telah dilatihkan kepadanya. Sementara data-data yang digunakan untuk melatih sistem itu, tutur Siti, ditambang dari sejumlah sumber yang berasal dari hasil kerja manusia sebelumnya.
Sehingga, hasil kerja seseorang digunakan tanpa kredit orang tersebut. Dengan demikian, ia menilai AI generative merupakan contoh konkret dalam perspektif Marxis. Karena itu, menurutnya, Indonesia memerlukan regulasi agar pencurian nilai kerja oleh sistem AI generative tidak eksploitatif.
Ia menegaskan pemerintah harus melindungi kerja para pekerja kreatif yang dapat dieksploitasi untuk digunakan sebagai bahan latihan sistem AI. Perlindungan yang dimaksud melalui undang-undang hak cipta ang lebih sensitif terhadap perkembangan teknologi AI generative ini.
Selain itu, ia menyarankan agar pemerintah mendorong peningkatan keterampilan pekerja yang terancam oleh AI generative. "Jangan sampai mereka menjadi tumbal dari seluruh gegap gempita kemajuan ini," ucap Siti.
Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo menyatakan sudah sejak lama mengantisipasi dampak buruk teknologi AI generative. Direktur Jenderal Aplikasi, Informatika Samuel Abrijani Pangarepan mengatakan Kominfo sudah banyak menemukan teknologi AI yang digunakan oleh sejumlah platform digital dalam mengoperasikan layanannya.
Terkait hak cipta, ia berujar AI generative harus transparan dalam menggunakan sumbernya. Transparansi yang dimaksud berhubungan juga dengan izin pemilik Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) atas karya yang dijadikan sumber referensi AI generatif itu.
Kominfo juga menyoroti perlindungan nama pribadi yang muncul atas teknologi tersebut. "Lalu soal siapa ownership-nya (pemilik). Tidak mungkin ownership-nya AI itu sendiri, itu bertentangan dengan UU HAKI. Ini yang sedang kami antisipasi," ucap Samuel.
Karena itu, Samuel mengatakan Kominfo sedang melakukan kajian ihwal AI dan kaitannya dengan HAKI beserta perlindungan data pribadi. Dia berujar, Kominfo akan mengkaji dari sisi etikanya terlebih dahulu. Ia mengaku tak mau terlalu cepat mengatur teknologi AI generative karena masih perlu ditelaah siapa yang bertanggung jawab apabila terjadi pelanggaran terhadap hak cipta yang diperoleh dari teknologi ini.
Pilihan Editor: Airlangga Hartarto Bahas AI dengan Mantan PM Inggris Tony Blair