SUKARTONO (bukan nama sebenarnya) agak menggerutu. Untuk
membayar iuran pesawat tv berwarna 20 inci miliknya, ia kini
harus mengeluarkan Rp 3.000, sebelumnya hanya Rp 750/bulan. Hal
itu memang harus terjadi, karena pemerintah menaikkan iuran
pesawat tv mulai 1 Maret.
Banyak pemilik tv berwarna seperti Sukartono yang kini harus
membayar iuran beberapa kali lipat. Pemilik tv berwarna di bawah
16 inci kini harus membayar Rp 2.000 (sebelumnya Rp 500), 17-19
inci Rp 2.500 (sebelumnya Rp 750) dan 20 inci ke atas Rp 3.000
sebelumnya Rp 750/bulan).
Bagi tv hitam putih di atas 16 inci, iurannya naik dari Rp 750
ke Rp 1.500/ bulan saja. Sedang iuran tv hitam putih di bawah 16
inci sengaja tak dinaikkan -- tetap Rp 500/bulan -- dengan
alasan sebagian besar pemiliknya adalah rakyat berpenghasilan
rendah. Jenis terakhir ini sekitar satu juta di antara 1,9 juta
pesawat tv yang terdaftar di Indonesia.
Dengan kenaikan iuran itu, pemerintah mengharapkan dapat
memasukkan sekitar Rp 24 milyar untuk tahun anggaran 1981/82.
Suatu kenaikan luar biasa bila dibandingkan dengan penghasilan
tahun sebelumnya yang hanya Rp 9,5 milyar. Tapi angka itu baru
akan terwujud bila wajib bayar menunaikan kewajibannya.
Pengalaman menunjukkan bahwa banyak pemilik tv lalai membayar
iuran. Di Jakarta, misalnya, dari 525 ribu tv yang terdaftar
hanya 52% yang melunasi iurannya. Uang iuran pun hanya Rp 2
milyar yang masuk, sedang seharusnya Rp 4 milyar.
Pihak Perum Pos dan Giro bersama polisi dan petugas kelurahan
sesekali melakukan razia dari rumah ke rumah. Dalam kegiatan
semacam itu kerap dijumpai pemilik tv yang menunggak iuran
sampai berbulan-bulan. Bagi penunggak jenis ini, petugas
biasanya hanya mengenakan denda ringan. Sesungguhnya, menurut
ketentuan, bila wajib bayar menunggak lebih dari tiga bulan,
pesawatnya boleh disegel atau disita. Usaha persuasif semacam
itu toh belum menunjukkan hasil banyak.
Perum Pos & Giro menitipkan formulir iuran lewat penjual untuk
pembeli tv baru. Tapi formulir ini sering hanya disimpan.
Sejumlah pemilik tv mengatakan bahwa mereka segan antre dan
pergi ke kantor pos yang jauh letaknya. Mereka menuntut Pos dan
Giro memperbanyak jumlah kantor pos pembantu.
Tapi kenapa iuran naik? TVRI membutuhkan banyak dana. Ketika
masih diperbolehkan, pendapatan iklan banyak menopang biaya
eksploatasi TVRI. Tahun 1979-1980, penghasilan iklannya Rp 7,6
milyar, sedang iuran tv hanya Rp 6,9 milyar.
Mulai 1 April iklan ditiadakan dalam siaran TVRI. Dan lenyaplah
pendapatan iklannya. Sebagai kompensasi pemerintah memberi
subsidi Rp 10 milyar. Subsidi itu tak akan mencukupi dalam tahun
1981/1982, karena TVRI mengajukan anggaran Rp 36 milyar. Jadi
iuran anda diharapkan sekali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini