Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

DFW: ABK WNI Terjebak di Perairan Cina, Diintimidasi dan Gaji Tidak Dibayar Full

DFW Indonesia menerima pengaduan sejumlah ABK WNI ingin segera dipulangkan karena terindikasi jadi korban kerja paksa di Cina.

7 Januari 2021 | 08.52 WIB

Sejumlah Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi Anak Buah Kapal (ABK) Kapal Pesiar MV Carnival Splendor tiba di Pelabuhan JICT 2, Tanjung Priok, Jakarta, Jumat 29 Mei 2020. Sebanyak 418 orang WNI ABK MV Nieuw Amsterdam dan 400 WNI ABK MV Carnival Splendor menjalani serangkaian tes kesehatan sesuai protokol pencegahan COVID-19 seperti tes swab sebelum dibawa menuju hotel untuk menjalani isolasi mandiri. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Perbesar
Sejumlah Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi Anak Buah Kapal (ABK) Kapal Pesiar MV Carnival Splendor tiba di Pelabuhan JICT 2, Tanjung Priok, Jakarta, Jumat 29 Mei 2020. Sebanyak 418 orang WNI ABK MV Nieuw Amsterdam dan 400 WNI ABK MV Carnival Splendor menjalani serangkaian tes kesehatan sesuai protokol pencegahan COVID-19 seperti tes swab sebelum dibawa menuju hotel untuk menjalani isolasi mandiri. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan menerima pengaduan adanya sejumlah awak kapal perikanan atau ABK WNI yang ingin untuk segera dipulangkan karena terindikasi jadi korban kerja paksa di Cina.

Moh Abdi Suhufan menyatakan Fishers Center yang dikelola DFW menerima pengaduan sejumlah awak kapal perikanan yang saat ini terjebak di perairan Cina dan minta bantuan untuk segera dipulangkan ke Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca Juga: Tangkap Kapal Vietnam, Bakamla Temukan Muatan Sirip Hiu

"Mereka adalah awak kapal perikanan yang telah menyelesaikan kontrak kerja tapi kapalnya tidak bisa merapat ke pelabuhan Cina karena pandemi Covid-19. Mereka juga melaporkan sejumlah tindakan tidak manusiawi yang diterima selama bekerja di kapal Cina dan tindakan sejumlah agen Indonesia yang tidak membayarkan gaji mereka," papar Abdi dalam rilis, Rabu, 6 Januari 2021.

Untuk itu, ujar dia, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri perlu menindaklanjuti resolusi PBB tentang perlindungan pelaut melalui koordinasi dengan pemerintah Cina untuk memulangkan awak kapal perikanan asal Indonesia tersebut.

Koordinator Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia mengungkapkan, menurut laporan yang disampaikan, mereka seharusnya sudah selesai kontrak dan sudah kembali ke Indonesia tapi karena Covid-19 mereka masih tertahan di Cina.

Namun, masih menurut dia berdasarkan laporan tersebut, ternyata sejumlah hak-hak seperti gaji juga ternyata belum dibayarkan secara utuh oleh perusahaan dan agen penyalur. "Korban atas nama FH telah bekerja selama 24 bulan dengan gaji 300 dolar AS/bulan tapi baru menerima gaji sebesar Rp 4,1 juta," kata Abdi.

Ia memaparkan selama bekerja di kapal, FH mengalami tiga kali pindah kapal yang berbeda-beda walaupun masih bendera yang sama yaitu kapal Cina. Kelima pelapor tersebut diberangkatkan oleh manning agent Indonesia yaitu PT MSI, PT JBP, PT NA dan PT GMA.

Selain itu ada juga pelapor yang selama bekerja, kerapkali mendapat intimidasi. Dalam laporannya, korban mengatakan sering mendapatkan intimidasi dan ancaman dari kapten dan sesama awak kapal asal Cina.

Sementara itu, menurut staf pengelola Fishers Center Bitung, Laode Hardiani mengatakan bahwa salah satu korban berinisial MD melaporkan kondisi selama bekerja kapal, beberapa dokumen pribadi yang sangat penting ditahan oleh perusahaan.

"Ijazah, BST, KTP, Kartu Keluarga, akte kelahiran saat ini ditahan dan dalam pengusaan manning agent Indonesia," kata Laode.

Selain itu, ujar Laode, Pelapor MD juga mengalami pemotongan gaji selama 9 bulan. "Dari 24 bulan kontrak kerja, MD baru dibayarkan gajinya 15 bulan. Gaji 9 bulan dan uang jaminan USD 1000 masih ditahan oleh manning agent," kata Laode.

Fishers Center akan menyampaikan data dan laporan resmi pengaduan tersebut kepada Kementerian Luar Negeri untuk dapat ditindaklanjuti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus