HANYA dengan mengurusi genting dan ubin lantai, tanpa katabelece
apa pun, sebuah koperasi beranggotakan 200 karyawan, dalam waktu
11 bulan, dapat keuntungan puluhan juta rupiah. Ini sungguhan.
Kantornya, di sebuah pusat perdagangan di Jakarta Selatan, cukup
mentereng. Lengkap dengan pengatur hawa yang menyejuki para
pimpinan koperasi yang berdasi
Itulah Kopkami (Koperasi Karyawan Monier Indonesia), berdiri
Maret tahun lalu, yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan
karyawan PT Monier Indonesia (PTMI) - perusahaan PMA dari
Australia yang membuat genting beton berwarna, blok, dan pave.
Namun, koperasi ini mempunyai sumber dana tak kepalang tanggung.
Oleh PTMI, ia diserahi tugas mengurusi jasa pemasangan produk
monier di tempat pembeli, serta mengelola divisi angkutan yang
melakukan pengangkutan bagi sebagian produknya. Sejak November
lalu, "Kopkami dipercayai sebagai penyalur tunggal," kata
Sugianto Salim, 33 tahun, ketua Kopkami.
"Namun, Kopkami tidak dimanjakan oleh PTMI," Sugianto
menambahkan. Bahkan, pihak PTMI merasa tak perlu memberi modal,
demikian pula penyediaan sarana, seperti kendaraan angkutan.
"Kopkami harus dapat bersaing dengan perusahaan jasa angkutan
yang juga dipakai perusahaan," kata Donald A.Heath, direktur
utama PTMI.
Akan halnya pemasaran produk Kopkami, PTMI masih ikut mengawasi,
dengan memberikan bimbingan teknis. Tanpa menyebutkan jumlah
pasti, Heath mengakui adanya "kenaikan penjualan sebesar 25
persen." Padahal, koperasi karyawan ini tak dibebani target
penjualan. "Sistem pemasaran melalui koperasi berbeda dengan
sistem pemasaran yang ada," A. Hanafi, manajer administrasi
PTMI, menjelaskan. Karenanya, menurut dia, "koperasi dan
perusahaan saling mengisi."
Di balik keberhasilan pemasaran, ternyata mereka yang menangani
pemasaran adalah orang-orang yang dulu juga menyelenggarakan
pemasaran ketika urusan itu masih dipegang oleh penyalur tunggal
lama, Genteng Masmurni. Jadi, sistem pemasarannya masih sama
dengan dulu, "hanya mereka sekarang dikelola oleh koperasi,
bukan direksi perusahaan, penyalur tunggal lama," kata Heath.
Tapi PTMI menyangkal adanya tuduhan, Kopkami menjadi semacam
boneka. "Ketua BKPM Suhartoyo, secara jelas membantah tuduhan
itu," kata A. Hanafi.
Sayangnya, baik pihak Kopkami maupun PTMI agak segan
mengungkapkan keuntungan puluhan juta yang diperoleh Kopkami.
Sebuah sumber yang mengetahui memperkirakan, keuntungan kotor
itu Rp 70 juta. Karena, Genteng Masmurni, kabarnya, masih
menuntut komisi distribusi yang sekarang dipegang Kopkami sejak
November 1982. Perjanjian dengan penyalur tunggal lama itu, yang
mulanya tidak berbatas waktu, terpaksa diputuskan. Seperti kata
Heath: "mereka sudah dua kali melakukan default." Artinya,
menunggak utang setelah jatuh waktu.
Sebuah sumber yang mengetahui mengatakan, itu akibat timbulnya
"salah urus dana perusahaan pada tahun 1976." Maka, ketika
Genteng Masmurni untuk kedua kali mengalami kesulitan mencicil
utangnya yang sudah jatuh waktu tahun lalu, PTMI pun mencabut
keagenan tunggalnya, dan mengalihkannya kepada Kopkami.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini