ADA tambahan uang lagi untuk kantung pemerintah. Melalui
Credit Suisse First Boston Ltd. (CSFB), pekan lalu Bank
Indonesia dikabarkan akan meminjam lagi US$ 250 juta dari pasar
dollar Eropa dengan menerbitkan Floating Rate Note (FRN). Dengan
Jasa lembaga keuangan nonbank di London itu, Agustus lalu,
Malaysia juga telah menerbitkan FRN sebesar US$ 850 juta.
Bagi pemerintah, penerbitan FRN pekan lalu itu merupakan usaha
ketia kalinya. Yang pertama, Mei tahun lalu, dengan nilai USS
200 juta. Yang kedua, Oktober kemudian, berjumlah US$ 75 juta.
FRN merupakan surat berharga semacam obligasi, yang bisa
diperjualbelikan pada setiap perorangan dan lembaga. Jika
obligasi punya bunga tetap, maka FRN bunganya mengambang
mengikuti naik turunnya suku bunga Libor (tingkat bunga
antarbank di London) yang kini 10,5% per tahun.
Untuk penerbitan semacam FRN itu, peminjam biasanya dikenai pula
tambahan bunga di atas tingkat bunga Libor. Besar kecilnya
tambahan bunga ini mencerminkan penilaian pihak lembaga keuangan
terhadap kemampuan keuangan peminjam. Beruntung, dalam dua kali
penerbitan FRN itu pemerintah hanya dikenai tambahan bunga
sebesar 0,25% - sama seperti yang diperoleh Malaysia. Tapi,
untuk kali ini, Bl dikabarkan harus membayar upah kepada CSFB
sebesar 1,875% dari total utang melalui FRN itu, yang sebelumnya
hanya 1,125% .
Negosiasi menyangkut tambahan bunga, dan masa laku FRN itu
kabarnya masih terus berlangsung antara pihak CSFB dan Bl.
Kendati kepercayaan bank masih tebal, pemerintah Indonesia
tampaknya harus menerima syarat yang sedikit berat. Segera
sesudah persetujuan tercapai, Gubernur Bl Arifin Siregar tentu
harus terbang ke London menandatangani perjanjian itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini