BAK tersengat korsleting listrik, tali kemesraan Indonesia - Malaysia sempat tersentak dan berpijar. Tak sampai hangus memang, tapi peristiwa penayangan "Insiden Dili 12 November 1991" -- yang menjadi penyebab terusiknya hubungan kedua negara -- di Radio Televisyen Malaysia I (RTM I) Rabu pekan lalu itu telah sangat merepotkan beberapa pejabat tinggi Malaysia. Perdana Menteri Malaysia Dr Mahathir Mohamad segera mengutus Menteri Luar Negeri Achmad Badawi untuk menemui Menteri Sekretaris Negara Moerdiono yang berada di New York pekan lalu. Badawi diminta menyampaikan permintaan maaf kepada Presiden Soeharto atas tersiarnya Insiden Dili di televisi milik pemerintah Malaysia itu. Mengutip Achmad Badawi, Menteri Moerdiono mengemukakan, penayangan rekaman peristiwa Dili bukan kebijaksanaan pemerintah Malaysia, tapi sematamata kecerobohan RTM. Peristiwa Dili ditayangkan RTM I Rabu malam pukul 22.00 waktu Malaysia (pukul 21.00 WIB) pada acara Berita Dunia Jam 10. Untuk pemirsa Malaysia, acara Dunia Jam 10 (DJ 10) amat digemari, mirip Dunia Dalam Berita milik TVRI. Acara itu dapat ditangkap dengan mudah oleh penonton Indonesia lewat parabola. Diantarkan suara merdu penyiar RTM, Mary Ane, rekaman gambar Insiden Dili tibatiba merebak. Suara penyiar hilang, digantikan suara narrator (juru kisah) berbahasa Melayu. Antara lain disebutkan, Indonesia telah menyerang dan menduduki wilayah Timor Timur secara paksa. Selanjutnya, tentara Indonesia dilaporkan menembaki rakyat Timor Timur yang tanpa senjata. "Di televisi, saya melihat orang berlari-lari seperti dikejar-kejar. Dari jauh terdengar suara tembakan beruntun," ujar seorang pemirsa. Tayangan itu seluruhnya berlangsung 3 menit 40 detik. Reaksi keras segera bergema dari Indonesia. Ais Anantama Said, Komandan Garda Muda Penegak Orde Baru -- yang kebetulan menonton acara tersebut -- langsung mengutuk acara RTM itu. Ia menuntut agar pemerintah Malaysia minta maaf. Ucapan Ais banyak dikutip korankoran Malaysia pekan lalu. Wakil Ketua DPR/MPR RI John Naro juga menyesalkan kenapa berita itu disiarkan justru pada saat PBB sedang mengadakan sidang umum (salah satu pembicaranya adalah Presiden Soeharto), dan ada pertemuan antarparlemen ASEAN (AIPO) di Jakarta. Lagi pula agak aneh, peristiwa yang sudah demikian lama (12 November 1991) baru disiarkan sekarang. Sejumlah anggota dewan berpendapat, tayangan itu dapat merusak hubungan bilateral kedua negara. Apalagi kalau diingat bahwa Pemerintah telah bersikap tegas terhadap mereka yang terlibat. Seperti diketahui, dalam menangani insiden Dili, Presiden Soeharto telah melakukan banyak hal. Komisi Penyidik Nasional (KPN) dibentuk, para pelaku penembakan diadili, sedangkan sejumlah pejabat militer diberhentikan dari jabatannya. Semua itu memperlihatkan kepada dunia bahwa pemerintah Indonesia bukan hanya prihatin, tapi berusaha keras untuk mengungkap kebenaran yang sesungguhnya. Dari pelbagai tanggapan, komentar yang bijak justru datang dari Menko Polkam Soedomo. Tokoh yang vokal ini menyerukan agar kasus RTM ditanggapi secara dingin. "Saya kira sangat tidak baik jika penayangan video clip itu terlalu dibesar besarkan," katanya. "Sayang, kalau hubungan kedua negara jadi buruk karena masalah kecil." Senin lalu Menteri Penerangan Harmoko bertemu dengan Menteri Penerangan Malaysia Dato Mohammad Rachmat, yang khusus menemuinya di Jakarta. Usai pertemuan Harmoko mengatakan, kekeliruan dan penyesalan pemerintah Malaysia dapat dipahami. "Pemerintah Malaysia sendiri yang memiliki niat baik untuk minta maaf dan menjelaskan. Jadi, bukan pemerintah kita yang protes," katanya. Mohammad Rachmat berucap bahwa rakyat Malaysia sangat menyesalkan kejadian itu. "Penayangan itu merupakan kesalahan editorial oleh wartawan RTM, yang kurang mempertimbangkan akibatnya bagi hubungan Malaysia - Indonesia," tutur Dato Rachmat. Dari Malaysia wartawan TEMPO melaporkan, video clip Dili yang disiarkan RTM berasal dari televisi Amerika CNN. Sampai kini pihak kementerian penerangan Malaysia masih meneliti siapa yang bertanggung jawab. Agak mengejutkan adalah bahwa Sekretaris Parlemen pada Kementerian Penerangan Malaysia, Fauzi Abdulrahman, justru bersuara lain. Seperti dikutip Utusan Malaysia, kementerian penerangan tak akan minta maaf kepada siapa pun selagi kementerian luar negeri Malaysia belum meminta kepada kementerian penerangan untuk menyelidiki protes beberapa pihak di Indonesia && yang menuduh ada unsur kesengajaan di balik tayangan Dili. Karena itulah Fauzi Abdulrahman sama sekali belum menindak wartawan RTM. Terakhir, peristiwa tayangan Dili malah dikait-kaitkan dengan politik. Isu yang beredar di Kuala Lumpur menyebut kan, hal itu memang disengaja untuk mempermalukan Menteri Penerangan Dato Mohammad Rachmat, yang selama ini dikenal dekat dengan Indonesia. Disebut-sebut pula adanya riak kecil di tubuh partai terbesar Malaysia, UMNO, yang ingin memojok kan Rachmat. Aries Margono, Linda Djalil, Bina Bektiati, dan Ekram H. Attamimi (Kuala Lumpur)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini