Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Protes dengan bakar lukisan

Sejumlah seniman di banjarmasin membakar lukisan serta naskah cerpen sebagai protes atas rencana pembangunan gedung islamic center di areal taman budaya kalsel (tbk).

3 Oktober 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INILAH protes gaya seniman di Kalimantan Selatan. Sekitar 20 seniman berarak menemui pimpinan DPRD tingkat I Kal-sel di Banjarmasin, Kamis pekan lalu. Di hadapan Ketua Dewan Ismail Abdullah, para seniman ini memprotes rencana pembangunan gedung Islamic Centre di areal Taman Budaya Kal-Sel (TBK). Suasana cukup tegang. Ismail mencoba menjelaskan kebijaksanaan gubernur. Terjadilah dialog. Di luar dugaan, Agus Suseno, seorang penyair muda, memotong: "Bapak-bapak adalah wakil kami. Tapi ternyata cuma bisa menjadi pipa ledeng, dan tak menyalurkan aspirasi rakyatnya," katanya. "Karena itu, inilah untuk yang terakhir kalinya kami menginjakkan kaki di gedung ini." Agus, yang juga pemain teater ini, segera walk out meninggalkan ruang pertemuan, diikuti rekan-rekannya. Sesuai "skenario", mereka segera kembali ke pangkalannya di Taman Budaya Jalan Hasan Basri. Serentak seniman-seniman yang biasanya suka nyeleneh ini mengerek karton bertuliskan kata "NO" di pintu masuk Taman. "Cuma ada satu kata, tidak!" kata seseorang. Drama yang lebih heroik -- sekaligus tragis -- terjadi kemarinnya. Para seniman melakukan protes dengan membakar 30 lukisan sambil menyanyikan lagu-lagu perjuangan. Api membubung seperti api unggun. Di antara lukisan yang "dilambungkan ke langit" terdapat karya Rizal berjudul Tiga Penari. Menurut Rizal, yang beberapa kali pameran di Jakarta, Yogya, dan Ujungpandang, lukisan itu sudah ditawar Rp 2 juta. "Yah, sekarang sudah jadi abu. Tak apalah," katanya. "Perjuangan memang memerlukan pengorbanan." Dalam rencana, "penghangusan karya seni" itu lebih besar lagi. Sekitar 450 seniman Kal-Sel siap menghanguskan seluruh peralatan musik, gamelan, pakaian tari, dan sejumlah piagam penghargaan jika Pemda bersikeras membangun Islamic Centre di TBK. "Dan kami akan mengosongkan taman budaya ini," kata Ajamudin Tifani, yang diamini rekan-rekannya. Gertak para seniman tak mengendurkan niat Gubernur Kal-Sel, Ir. H.M. Said. Kepada wartawan, Gubernur Said Sabtu lalu menegaskan akan tetap membangun gedung Pusat Pengkajian Kebudayaan Islam di sebelah kanan gedung utama Taman Budaya dengan dana APBD Rp 5 milyar. Untuk pembangunan tahap pertama, Pemda menyiapkan dana APBD Rp 1 milyar. Para seniman Kal-Sel bukannya tak setuju ada gedung Pusat Pengkajian Kebu dayaan Islam. Yang jadi masalah tempatnya yang mengambil lokasi Taman Budaya. Apalagi pengelola taman sudah punya rencana induk pembangunan yang telah disetujui Ditjen Kebudayaan Departemen P dan K. Di sana telah berdiri gedung olah seni dan beberapa bangunan pendukungnya, seluas satu hektare. Sesuai dengan rencana induk, para seniman akan membangun pula wisma seni, gedung teater tertutup, gedung pameran seni rupa, dan rumah dinas pimpinan Taman Budaya. Jadi, "Bagaimana mungkin Pemda bisa membangun Islamic Centre di sini," kata Agus. Lagi pula, "Apa jadinya nanti jika di Islamic Centre se dang ada lomba azan, sedangkan di Taman Budaya ada pertunjukan ketoprak," kata Ajamudin Tifani. Menurut Agus, lahan seluas 3 hektare itu merupakan tanah hibah dari Gubernur Soebardjo tahun 1976. Gubernur telah memberikan ganti rugi kepada Perusahaan Daerah Tanah dan Bangunan dengan harga Rp 27 juta. Kemudian, melalui Kanwil P dan K Kal-Sel, areal itu di peruntukkan bagi Taman Budaya Kal-Sel. "Jadi, otonomi pengelolaannya ada pada TBK," kata Agus. Tapi, menurut Gubernur, Kanwil P dan K cuma mampu membebaskan tanah seluas satu hektare. Sisanya ditutup oleh Pemda. Jadi, "Yang dua hektare di kiri dan kanan Taman Budaya itu milik Pemda," katanya. Di situlah, kata Gubernur, Pusat Pengkajian Kebudayaan Islam didirikan. Penjelasan Gubernur ini bukannya meredakan aksi para seniman, justru semakin menyulut aksi lebih besar. Sabtu malam, sekitar 60 seniman berkumpul kembali di gerbang Taman Budaya itu. Mereka membacakan puisi bernada protes dan membakar 24 buah lukisan, serta sejumlah naskah cerpen diiringi lagu Syukur. Agus Basri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus