BAGAI kerikil dalam sepatu. Begitu selalu Menteri Luar Negeri Ali Alatas menyebut soal Timor Timur yang selama hampir 18 tahun belum juga copot dari agenda PBB. Dan pekan lalu, Menteri Alatas maju selangkah lagi untuk menuntaskan urusan "kerikil" tadi. Setelah hampir satu setengah jam bertemu Sekjen PBB Boutros Boutros Ghali dan Menlu Portugal Joao de Deus Pinheiro di kamar kerja Sekjen PBB di lantai 38 Gedung PBB, Sabtu lalu, sebuah keputusan penting dicapai: akan ada pertemuan RI-Portugal di tingkat menteri luar negeri. Dijadwalkan berlangsung Desember mendatang di tempat yang belum ditentukan, pertemuan Alatas dan Pinheiro kelak merupakan yang pertama kali di tingkat menteri luar negeri setelah sejak 1983 pertemuan dua negara hanya berlangsung di tingkat perwakilan tetap di PBB. "Saya senang karena suasana pertemuan cukup positif," kata Menlu Alatas kepada TEMPO. Menlu Alatas memang pantas senang. Soalnya, Portugal tak lagi meminta agar perundingan dihadiri wakil rakyat Timor Timur. Permintaan yang ditolak keras pihak Indonesia. Jadi, mengapa sekarang Portugal menerima pembicaraan tanpa ingin melibatkan lagi wakil Tim-Tim? Kurang berhasilnya Portugal memanfaatkan posisinya sebagai ketua ME, untuk menekan Indonesia, sampai barusan diganti Inggris, tampaknya menjadi salah satu penyebab. Tekanan untuk isu Tim-Tim melemah. Selasa pekan lalu, contohnya, Senat AS setuju untuk meneruskan bantuan pendidikan militer untuk Indonesia (IMET), setelah sebelumnya DPR AS sempat meloloskan RUU bantuan luar negeri yang membuat bantuan IMET untuk Indonesia terancam untuk dihapuskan. Di PBB, yang biasanya ramai demo soal Tim-Tim, kini juga sepi. Hanya ada insiden kecil ketika Presiden Soeharto membacakan pidatonya di Sidang Majelis Umum PBB, Rabu pekan lalu. Pada menit ke-35, ketika Presiden Soeharto sampai pada paragraf soal hak asasi manusia, Lilian Gibson, 21 tahun, berdiri di balkon atas ruang sidang Majelis Umum. Gadis Kanada ini kemudian menggelar poster sepanjang dua meter dan berseru keras: "Free East Timor". Ternyata, mahasiswi jurusan Cina di University of British Columbia ini adalah adik tiri dari Kamal Ahmed Bamadhaj, aktivis sebuah NGO Australia yang tewas dalam insiden Dili itu. Lilian, yang khusus datang ke New York dengan mobilnya untuk protes ini dan punya tiket masuk PBB nomor 693, cepat-cepat diringkus petugas keamanan PBB. Ketika diwawancarai TEMPO, Lilian tak membantah bahwa aksinya ada kaitan dengan kematian sang kakak. Tak heran, karena pekan lalu, di New York, Helen Todd, ibu tiri Lilian, sudah pula menuntut perdata Mayor Jenderal Sintong Panjaitan -- bekas Pangdam Udayana && atas kematian Kamal. Urusan pribadi? "Bukan hanya itu. Saya cuma teriak untuk orang Timor yang tak bisa bicara," kata Lilian lagi. Toriq Hadad dan Bambang Harymurti (New York)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini