Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Perusahaan Umum Badan Usaha Logistik atau Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi mengklaim proses tender beras impor berlangsung terbuka. Menurut dia, proses itu diatur sedemikian rupa untuk menutup celah mark up atau menaikkan harga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sistem pengadaannya sedemikian sehingga mark up hampir tidak bisa dilaksanakan,” ujar Bayu dalam pertemuan dengan pemimpin dan redaktur media di Jakarta, dikutip Selasa, 23 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setiap kali Bulog membuka tender, tutur Bayu, ada 80 sampai 90 perusahaan eksportir yang berminat menjadi pemasok. Dalam proses ini, Bulog membuat penawaran berlangsung terbuka. Perusahaan-perusahaan eksportir itu dapat melihat harga yang diajukan satu sama lain. Hal ini mengacu kepada referensi tender internasional.
Perusahaan eksportir yang berminat menjadi pemasok harus bersedia menerbitkan uang jaminan tender (bid bond) untuk menunjukkan kesungguhan. Bila kalah, tutur Bayu, uang itu akan dikembalikan Bulog kepada perusahaan eksportir. Sedangkan perusahaan yang memenangi tender masih harus menerbitkan uang jaminan kinerja (performance bond).
Bulog mendapatkan penugasan dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk mengimpor 3,6 juta ton beras. Bayu mengatakan Bulog tak mengimpor dalam satu blok besar, tapi dipecah menjadi lebih dari 10 kali impor. Beras impor itu pun masuk Indonesia melalui beragam pelabuhan dengan biaya transportasi yang berbeda-beda.
Bayu mengatakan Bulog tengah bertransformasi untuk menjadi lebih akuntabel dan transparan. “Tentunya tidak telanjang,” kata dia. Dia mengakui perusahaannya memiliki masalah reputasi. Menurut dia, masalah ini harus dijawab dengan kinerja.
Bulog sebelumnya beberapa kali menepis tuduhan dugaan mark up atau menaikkan harga impor beras dari Vietnam. Hal ini menanggapi laporan Studi Demokrasi Rakyat (SDR) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena dugaan selisih harga 2,2 juta ton beras impor dari Vietnam sebesar Rp 2,7 triliun.
“Perusahaan Tan Long Vietnam yang diberitakan memberikan penawaran beras, sebenarnya tidak pernah mengajukan penawaran sejak bidding tahun 2024 dibuka. Jadi tidak memiliki keterikatan kontrak impor dengan kami pada tahun ini,” ucap Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum Bulog, Mokhamad Suyamto, dalam keterangan tertulis, Kamis, 11 Juli 2024.
Bulog juga mengutip media Vietnam, CAFEF, untuk mengklarifikasi tuduhan itu. Dalam media itu, Ketua Dewan Direksi dan Direktur Utama Tan Long Group (TLG), Truong Sy Ba menyatakan sejak 2023 sampai sekarang, perusahaannya tidak pernah memenangkan tender langsung apa pun dari Bulog.
TLG memang pernah berencana menawarkan impor 100 ribu ton beras. Namun, perusahaan itu menawar dengan harga US$ 15 per ton lebih tinggi dibanding perusahaan lain. Walhasil, Bá urung memenangkan tender.
“Keterangan dari Tan Long Group ini menjadi klarifikasi atas polemik beras impor yang terjadi,” tulis Bulog dalam keterangan pers itu, Kamis, 11 Juli 2024.