Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Dirjen Pajak Beberkan Aturan Pajak Natura di UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan

Dirjen Pajak Kementerian Keuangan, Suryo Utomo, menjelaskan pajak natura yang diatur di UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP.

10 Januari 2023 | 15.03 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Suryo Utomo, memberikan gambaran soal pajak natura yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP. Menurut dia, natura sederhananya pemberian sesuatu yang konteksnya dalam bentuk barang atau kenikmatan dari perusahaan kepada karyawannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Karyawan itu kan dibagi gaji, tapi ada sisi lain yang diberikan oleh perusahaan dalam rangka biasanya kegiatan perusahaan tapi bentuknya bukan uang. Kalau uang itu gaji dan tunjangan, tapi kadang-kadang suatu saat dapat yang lain misalnya kayak bingkisan, nah itu yang konteksnya kita sebut natura,” ujar Suryo dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Selatan, pada Selasa, 10 Januari 2023.

Natura yang merupakan bentuk in kind benefit itu, Suryo melanjutkan, bentuknya berbagai macam. Dia mencontohkan seperti makanan dan peralatan kerja yang dibelikan perusahaan dan digunakan oleh karyawannya.

“Kawan-kawan wartawan pakai komputer kantor. Ini komputer kantor in kind benefit, karena di satu sisi kantor akan membiayakan pembelian komputer itu. Nah kadang-kadang penggunaannya bukan di kantor, seperti sekarang ini, tapi di kantor pajak. Nah ini yang kita coba atur,” ucap Suryo.

Suryo pun menuturkan ada pergeseran cerita dengan hadirkan UU HPP. Pergeseran ceritanya adalah jika dulu natura in kind benefit di sisi pemberi kerja bukan merupakan biaya yang dapat dikurangkan sebagai penghasilan—dalam UU pajak lama. Namun, di UU HPP, perlakukannya berubah, dan dinyatakan sepanjang dalam kegiatan usaha untuk memperoleh dan menjaga penghasilan perusahaan itu merupakan biaya yang dapat dikurangkan untuk menghitung penghasilkan yang dikenakan pajak perusahaan. 

“Jadi konteksnya yang kita lihat dari sisi pemberi kerja dulu nih. Dulu bukan biaya, tapi kalau sekarang menjadi biaya. Konsekuensinya karena ada yang memberi berarti ada yang menerima, yang menerima adalah karyawan,” tutur dia.

Dalam UU pajak lama konteks natura diberikan kepada penerimanya bukan merupakan penghasilan, tapi di UU HPP disebut sebagai penghasilan. Suryo menjelaskan hal itu seperti pajak pertambahan nilai atau PPN, yang tadinya disebutkan bahwa semua barang dan jasa kena pajak, kecuali barang dan jasa yang dikecualikan dari PPN.

“Sama dengan natura. Prinsipnya semuanya dikenakan, pengecualiannya ada nih mulai dari UU sudah ditulis,” kata Suryo.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati masih menggodok Peraturan Menteri Keuangan (PMK) soal pungutan pajak natura, pajak terhadap penggantian atau imbalan dalam bentuk kenikmatan yang diperoleh pegawai dari perusahaan atau pemberi kerja.

Sri Mulyani mengaku sudah menerima banyak sekali feedback atas pajak ini. "Kami kami akan formulasikan, tentu supaya memberikan kepastian dan keamanan," kata dia saat ditemui usai rapat bersama Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Jumat,  6 Januari 2022.

Poin paling penting, kata Sri Mulyani, pajak ini ditujukan pada bukan natura yang kecil-kecil. "Atau merupakan bagian dari kompensasi yang memang diterima oleh banyak karyawan," ujarnya.

Pengenaan pajak natura diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (PPh). Ini merupakan aturan turunan dari UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Penerapan pajak natura ini dilakukan untuk mendeteksi upaya penghindaran pajak yang dilakukan dengan memberikan barang-barang natura kepada karyawan. Staf Khusus Sri Mulyani, Yustinus Prastowo, menyebut pemerintah ingin membuat peraturan perpajakan berjalan adil.

Pemerintah mendeteksi, pemberian naturan untuk kelompok masyarakat berpenghasilan menengah-atas seringkali tidak tepat. "Justru hal itu menjadi sasaran penghindaran pajak," kata Prastowo.

Meski telah terdapat di PP Nomor 55 Tahun 2022, acuan teknis pengenaan natura secara spesifik belum tersedia. Prastowo mengatakan, aturan setingkat peraturan menteri keuangan yang mengatur soal itu tengah digodok.

Direktorat Jenderal Pajak, kata dia, masih mendengar masukan dan berdiskusi dengan banyak pihak. "Agus pengaturannya tepat," kata Prastowo.

Meski pemberian pajak natura mulai dikenai pajak, Prastowo menegaskan pajaknya tidak serta-merta diberlakukan terhadap semua imbalan atau fasilitas yang diterima pegawai. Ketentuan ini tidak berlaku bagi barang yang dikenakan secara bersama-sama, sehingga masuk kategori obyek yang dikecualikan dari pajak natura.

MOH KHORY ALFARIZI | FAJAR PEBRIANTO

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus