Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Perbankan saat ini mulai merambah ke segmen bisnis Buy Now Pay Later (BNPL) alias Paylater. Direktur Eksekutif Center of Economi and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan Paylater berpotensi bisa menekan kredit konsumtif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Saya pikir potensi ke depan bisa menekan kredit konsumtif. Sebagian besar Paylater ini kan di bawah Rp 1 juta, jadi akan head to head-nya dengan kartu kredit,” ujar Bhima ketika dihubungi oleh Tempo, Minggu, 8 Oktober 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Bhima mengatakan perbankan sudah mengetahui bahwa kartu kredit selama tiga hingga empat tahun terakhir sudah kalah dengan fintech, kalah sama e-wallet, kalah sama Paylater. "Jadi buat bank, kalau tidak segera masuk ke Paylater, tetap mempertahankan kartu kredit atau KTA, bank akan kalah bersaing, jadi harus masuk,” kata Bhima.
Kemudian, Bhima menjelaskan melalui studi kasus Kredivo (2022), banyak responden yang lebih memilih menggunakan layanan Paylater dari pada kartu kredit. Sepanjang 2022, pengguna Paylater mencapai 38 persen, sementara kartu kredit hanya 6 persen. “Jadi jenis transaksi di e-commerce itu sekarang sudah banyak menggunakan Paylater dibandingkan kartu kredit,” ujar Bhima.
Lebih lanjut, terdapat dua hal yang harus diperhatikan perbankan soal resiko, yakni edukasi dan literasi pada konsumen. “Apalagi sifatnya bukan kredit modal kerja, tapi kredit yang paling banyak di Paylater adalah kredit konsumtif,” katanya.
Selain itu, perbankan harus memperdalam konsep Know Your Customer (KYC), sehingga perbankan memiliki perhatian lebih terhadap resiko dan profiling calon debitur dibanding layanan Paylater.
Sementara konsumen diharapkan untuk berhati-hati dalam menggunakan layanan Paylater. “Jangan menuruti gaya hidup kemudian terjebak kredit macet dan bisa masuk ke dalam daftar hitam SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan) OJK,” kata Bhima.