Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Ekonom Ini Soroti Pembelian Alutsista Bekas: Industri Pertahanan Belum Maju, Bahkan dalam Kondisi Menyedihkan

Direktur Ideas menanggapi soal anggaran Kemenhan yang digunakan untuk membeli alat utama sistem senjata (alutsista) bekas.

8 Januari 2024 | 12.13 WIB

Pekerja menyelesaikan produksi pesawat NC 212i di Hanggar PT Dirgantara Indonesia (PTDI), Bandung, Jawa Barat, Rabu, 22 Juni 2022. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Perbesar
Pekerja menyelesaikan produksi pesawat NC 212i di Hanggar PT Dirgantara Indonesia (PTDI), Bandung, Jawa Barat, Rabu, 22 Juni 2022. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menanggapi soal anggaran Kementerian Pertahanan atau Kemenhan yang digunakan untuk membeli alat utama sistem senjata (alutsista) bekas. Menurutnya, dengan anggaran yang sangat besar, kinerja Kemenhan seharusnya memiliki dampak besar ke perekonomian nasional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Yusuf menuturkan, indikator yang paling jelas tentang hal ini adalah dampak kepada industri pertahanan nasional. “Tapi secara umum kita melihat industri pertahanan kita masih belum maju, bahkan dalam kondisi menyedihkan,” ujar Yusuf ketika dihubungi Tempo, Ahad, 7 Januari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Misalnya, kata Yusuf, kasus PT Dirgantara Indonesia (DI) yang sampai menunggak pembayaran gaji karyawannya karena lemahnya kinerja keuangan perusahaan. “Contoh sederhana ini menunjukkan rendahnya dampak anggaran pertahanan yang sangat besar tersebut terhadap perekonomian domestik,” tuturnya.

Untuk meningkatkan dampak anggaran pertahanan yang sangat besar tersebut pada perekonomian domestik, Yusuf mengataian bahwa dibutuhkan perubahan dalam kebijakan pertahanan kita.

“Tidak boleh ada lagi pembelian alutsista bekas dengan mengabaikan industri pertahanan domestik kita,” ucapnya.

Dia menjelaskan, setiap pembelian alutsista dari luar negeri, yang belum mampu diproduksi di dalam negeri, harus mengikutsertakan industri pertahanan domestik disertai dengan kewajiban transfer teknologi. 

Sebagai informasi, di era pemerintahan Presiden Jokowi alokasi anggaran untuk Kementerian tertinggi adalah untuk Kemenhan, diikuti Kementerian PUPR, dan Polri. Rerata anggaran Kemenhan pada periode pertama Presiden Jokowi sepanjang 2015-2019 adalah Rp 108 triliun per tahun, atau sekitar 0,80 persen dari PDB. Belanja militer atau anggaran pertahanan nasional mencapai rentang Rp 98 triliun—Rp 117 triliun per tahun. 

Semantara pada periode kedua Presiden Jokowi, rerata anggaran Kemenhan meningkat yaitu Rp 139 triliun per tahun. Pada periode kedua ini, angkanya naik ke kisaran Rp125 triliun—Rp 150 triliun per tahun. Namun sebagai persentase dari PDB angka ini sedikit turun, yaitu 0,73 persen dari PDB.

“Meski anggaran pertahanan yang ideal adalah 1-2 persen dari PDB, namun dibandingkan Kementrian penting lainnya seperti Kementrian Pertanian (Kementan), anggaran Kemenhan ini sangat signifikan,” kata Yusuf.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus