Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 26 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya atau PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTLU) dipastikan berlaku kembali.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi ESDM Dadan Kusdiana menyebut beleid ini memang sempat dibekukan sementara untuk dibahas ulang. “Sekarang sudah go live kembali,” kata dia saat dihubungi, Sabtu, 22 Januari 2022.
Adapun pembahasan ulang dilakukan bersama dalam rapat koordinasi yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada 18 Januari 2022. Menurut Dadan, beberapa aspek menjadi perhatian dalam rapat tersebut.
Di antaranya potensi kenaikan Biaya Pokok Pembangkitan (BPP), potensi kehilangan penjualan PT PLN, serta potensi pendapatan dari capacity charge. Ada juga perhatian pada dampak APBN yang berkaitan dengan potensi peningkatan subsidi dan kompensasi.
Menurut Dadan, semakin besar permintaan listrik, maka dampak terhadap subsidi dan kompensasi semakin kecil. Sehingga, kata dia, hal ini menjadi penting agar program pemerintah berkenaan creating demand listrik untuk dapat dipercepat.
Saat ini, pemerintah punya target mencapai target energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025. Permen ESDM Nomor 26 ini pun terbit untuk menyempurnakan aturan sebelumnya dalam memperbaiki tata kelola dan keekonomian PLTS Atap. Ada tujuh substansi pokok dari beleid ini.
- Ketentuan ekspor kWh listrik ditingkatkan dari 65 persen menjadi 100 persen. Artinya, pemilik PLTS Atap bisa menjual keseluruhan listrik yang diproduksi ke PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN.
- Kelebihan akumulasi selisih tagihan dinihilkan, diperpanjang dari 3 bulan menjadi 6 bulan
- Jangka waktu permohonan PLTS Atap menjadi lebih singkat yaitu 5 hari tanpa penyesuaian Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) dan 12 hari dengan adanya penyesuaian PJBL.
- Mekanisme pelayanan berbasis aplikasi untuk kemudahan penyampaian permohonan, pelaporan, dan pengawasan program PLTS Atap
- Dibukanya peluang perdagangan karbon dari PLTS Atap
- Tersedianya Pusat Pengaduan PLTS Atap untuk menerima pengaduan dari pelanggan PLTS Atap atau Pemegang IUPTLU
- Perluasan pengaturan tidak hanya untuk pelanggan PLN saja tetapi juga termasuk pelanggan di Wilayah Usaha non-PLN (Pemegang IUPTLU).
ESM menargetkan PLTS Atap 3,6 Giga Watt (GW) yang akan direalisasikan secara bertahap hingga 2025. ESDM memproyeksikan akan ada enam dampak, salah satunya berpotensi menyerap 121.500 orang tenaga kerja.
Target ini juga berpotensi meningkatkan investasi Rp 45 sampai Rp 63,7 triliun untuk pembangunan fisik PLTS, serta Rp 2,04 sampai Rp. 4,1 triliun untuk pengadaan kWh Exim. Berikutnya, mendorong tumbuhnya industri pendukung PLTS di dalam negeri dan meningkatkan daya saing dengan semakin tingginya Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
Kemudian, mendorong green product sektor jasa dan green industry untuk menghindari penerapan carbon border tax di tingkat global. Selain itu, menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 4,58 Juta Ton CO2e. Terakhir, negara berpotensi mendapatkan penerimaan dari penjualan Nilai Ekonomi Karbon sebesar Rp 0,06 Triliun per tahun (asumsi harga karbon 2 USD per ton CO2e).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.