Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

ESDM Hapus Net Metering Ekspor PLTS Atap, Ganbate: Ini Kemunduran Transisi Energi

Koalisi masyarakat sipil, Ganbate, menilai penghapusan net metering PLTS Atap di Permen ESDM 2/2024 merupakan disinsentif buat transisi energi.

8 Maret 2024 | 16.04 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kelompok Masyarakat Sipil yang menamakan diri sebagai Gerakan Energi Terbarukan (Ganbate) menilai Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 2 Tahun 2024 tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTLU) sebagai sebuah kemunduran.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Ganbate justru menilai kebijakan tersebut merupakan bentuk kemunduran dalam upaya transisi energi," kata Juru Kampanye Energi Terbarukan Greenpeace Indonesia, Hadi Priyanto, yang turut bergabung dalam Ganbate, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat, 8 Maret 2024. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ganbate menilai, terdapat sejumlah pasal yang menjadi disinsentif bagi pengembangan energi terbarukan sekaligus mendorong solusi palsu sebagai strategi transisi energi, dalam Permen ESDM 2/2024 tersebut.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2024 tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang IUPTLU. Berlaku mulai 31 Januari 2024, peraturan ini menjadi pengganti peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2021 terkait PLTS Atap.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi ESDM Jisman P Hutajulu menyebut bahwa pemerintah menilai implementasi regulasi PLTS Atap belum mencapai maksimal sehingga perlu ada peraturan baru. Menurut Jisman, Permen tersebut merupakan hasil kerja keras, inovasi, dan kolaborasi seluruh stakeholders baik pemerintah, akademisi, badan usaha, media, serta masyarakat.

Menurut Jisman, melalui peraturan baru itu, pemerintah melakukan beberapa perbaikan yang bertujuan untuk efisiensi dan transparansi, sehingga diharapkan dapat meningkatkan minat masyarakat dalam memasang PLTS Atap. Jisman menjelaskan, target pemerintah ingin menambah kapasitas listrik 1 Giga Watt (GW) PLTS Atap terhubung jaringan PLN dan 0,5 GW di luar jaringan PLN setiap tahun, akan memicu naiknya kebutuhan modul surya. Sebab jika diasumsikan kapasitas 1 modul surya sebesar 450 Wp, maka diperlukan produksi sekitar 3,3 juta panel surya. Menurut dia, Indonesia memiliki sumber daya pasir silika, yang dapat dimanfaatkan untuk industri solar cell. 

"Oleh karenanya, program PLTS Atap diharapkan dapat mendorong tumbuhnya industri modul surya di Indonesia dan mendukung rencana pembangunan industri hulu solar cell yang direncakan di Jawa Tengah, Pulau Batam dan Pulau Rempang," kata Jisman di Jakarta, Selasa, 5 Maret 2024.

Adapun delapan ketentuan pokok dalam Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2024 tentang PLTS Atap tersebut, yaitu:

  1. Kapasitas pemasangan PLTS Atap tidak dibatasi 100% dari daya terpasang PLN tetapi berdasarkan ketersediaan kuota PLN
  2. Kuota kapasitas sistem PLTS Atap dalam clustering (di tingkat PLN UP3) yang dipublikasikan oleh PLN melalui laman, aplikasi, dan/atau media sosial resmi milik PLN. Kuota ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal Ketenagalistrikan setiap 5 tahun
  3. Peniadaan mekanisme ekspor impor. Nilai kelebihan energi listrik dari sistem PLTS Atap pelanggan ke jaringan pemegang IUPTLU tidak diperhitungkan dalam penentuan jumlah tagihan listrik pelanggan
  4. Peniadaan biaya kapasitas untuk semua jenis pelanggan PLN
  5. Pengaturan dan penyederhanaan waktu permohonan pemasangan PLTS Atap oleh Pelanggan PLN dan pengajuan dilayani oleh PLN berdasarkan mekanisme FIFS (First In First Serve)
  6. Biaya pengadaan advanced meter sebagai pengganti meter kWh ekspor impor ditanggung Pemegang IUPTLU
  7. Mekanisme pelayanan berbasis aplikasi untuk kemudahan penyampaian permohonan, pelaporan dan pengawasan program PLTS Atap
  8. Tersedianya Pusat Pengaduan PLTS Atap untuk menerima pengaduan dari pelanggan PLTS Atap atau Pemegang IUPTLU.

Sebelumnya Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa juga mengkritik Permen ESDM 2/2024, yang dianggap terlalu berpihak pada kepentingan PT PLN (Persero). Pasalnya, aturan baru ini menghapus skema net-metering sehingga kelebihan energi listrik atau ekspor tenaga listrik dari PLTS atap pengguna ke jaringan PLN tidak dapat dihitung sebagai pengurangan tagihan listrik. Menurut Fabby, aturan tersebut akan membatasi partisipasi publik untuk mendukung transisi energi lewat PLTS Atap.

"Peniadaan skema net-metering akan mempersulit pencapaian target Proyek Strategis Nasional (PSN) berupa 3,6 GW PLTS atap pada 2025 dan target bauran energi terbarukan 23 persen pada tahun yang sama," kata Fabby melalui keterangan tertulis yang diterima Tempo, Jumat, 23 Februari 2024.

SAVERO ARISTIA WIENANTO

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus