Nasib sial terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) terbukti bukan cuma monopoli buruh kasar. Kini ratusan bahkan mungkin ribuan pegawai bank investasi ternama yang beroperasi di kawasan Asia mengalami peruntungan yang sama. Mereka yang terdiri atas para pialang, analis riset, dan tenaga operasional lain di Nomura, Merrill Lynch, DBS Securities, dan sebagainya, dipecat gara-gara ekonomi dunia terus memburuk. Apalagi kelesuan ekonomi diperparah oleh meletupnya tragedi di World Trade Center (WTC), Amerika, 11 September lalu.
Malapetaka ekonomi itu membuat volume perdagangan saham merosot drastis. Di Filipina jumlah saham yang diperdagangkan tinggal senilai US$ 7-10 juta dolar per hari. Di Indonesia, dari semasa sebelum krisis mencapai US$ 400 juta, kini cuma tersisa US$ 35-40 juta per hari. Alhasil, pendapatan perusahaan sekuritas pun berkurang. Padahal, biaya yang harus dikeluarkan tak berubah. Maka, kapak penghematan harus diayunkan.
Menurut Mirza Adityaswara dari W.I. Carr Securities, sejak beberapa waktu lalu semua perusahaan sekuritas praktis sebetulnya sudah disubsidi oleh kantor pusatnya. "Mungkin lantaran waktu itu mereka melihat masih ada harapan," ujarnya. Tapi, seiring dengan prospek yang makin suram, kantor pusat terpaksa bertindak tegas. Diperkirakan, cuma di Cina mereka tak melakukan PHK. "Itu karena volume perdagangan saham di sana masih bagus," kata Mirza.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini