Perusahaan Listrik Nergara (PLN) terancam byar-pet. Subsidi listrik tahun 2000 sebesar Rp 3,9 triliun dan Rp 4,7 triliun tahun 2001 yang digunakan untuk pelanggan rumah tangga 450 watt belum juga turun. Jika subsidi tidak diberikan, kata Direktur Utama PLN, Edie Widiono, PLN harus pintar-pintar memutar uangnya agar listrik tetap menyala. Apalagi pada tahun 2001 PLN diperkirakan masih akan merugi Rp 4,425 triliun—memang lebih kecil daripada kerugian tahun 2000 sebesar Rp 24,11 triliun.
Keluhan PLN itu didukung wakil rakyat. "Tidak ada alasan untuk tidak dibayar," kata Pramono Anung, anggota Komisi IX DPR RI. Alasannya, subsidi itu sudah diundangkan dalam APBN oleh pemerintah dan DPR. Jadi, meskipun PLN punya utang jangka panjang dan pendek kepada pemerintah, menurut Anung, pemerintah tetap harus membayarnya.
Pemerintah bukannya tidak mau membayar. Hanya, pemerintah mensyaratkan dilakukan audit ketaatan (compliance audit) sebelum subsidi listrik dikucurkan. Menurut Sahala L. Gaol, Direktur Penerimaan Minyak dan Bukan Pajak Departemen Keuangan, subsidi tahun 2000 dan 2001 belum turun karena menunggu selesainya audit. Pemerintah juga sedang merancang agar subsidi bisa turun tiap bulan tanpa menunggu audit. Caranya macam-macam. Bisa dengan memberikan 80 persen terlebih dahulu tiap bulannya, sisanya baru dibayar setelah ada kepastian dari BPKP. "Kita tidak ingin keuangan negara bonyok gara-gara subsidi listrik melebihi kebutuhan," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini