Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik atau BPS melaporkan pada Juni harga beras dan gabah mengalami kenaikan dibanding bulan sebelumnya. Pelaksana tugas Sekretaris Utama BPS, Imam Machdi mengatakan kenaikan harga terjadi di tingkat petani maupun grosir dan eceran kompak naik, dan di saat bersamaan nilai tukar petani juga meningkat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Harga gabah kering panen naik 5,64 persen secara bulanan atau month-to-month (mtm), dan meningkat 11,34 persen secara tahunan atau year-on-year (yoy). Sementara harga gabah kering giling naik sebesar 2,75 persen mtm dan 8,17 persen yoy. “Untuk rata-rata harga beras penggilingan Juni 2024, naik 0,80 persen month-to-month dan 11,39 persen year-on-year,” ujarnya di Jakarta, Senin 1 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Untuk beras grosir, bulan ini mengalami deflasi 0,28 persen, namun secara tahunan mengalami inflasi 10,87 persen. Sementara di tingkat eceran, harga beras mengalami inflasi 0,10 persen mtm dan 11,88 persen yoy. Harga tersebut mencakup rata-rata semua jenis kualitas beras di seluruh wilayah di Indonesia.
Di tengah kenaikan harga beras dan gabah, Nilai Tukar Petani atau NTP juga mengalami kenaikan secara bulanan. Pada Juni NTP sebesar 118,77 atau naik 1,77 persen dibanding Mei 2024. Kenaikan NTP karena indeks harga yang diterima petani naik sebesar 1,85 persen atau lebih tinggi dibanding indeks harga yang dibayar petani sebesar 0,08 persen.
Imam mengatakan komoditas yang dominan mempengaruhi kenaikan indeks harga yang diterima petani nasional adalah gabah, kakao atau cokelat, kopi dan karet.
Meski NTP meningkat, terjadi penurunan NTP terdalam pada sektor perikanan pembudidaya ikan, karena indeks harga yang diterima petani turun 0,33 persen dibanding indeks harga dibayar yang mengalami kenaikan sebesar 0,08 persen. Komoditas yang dominan mempengaruhi penurunan indeks harga ini adalah rumput laut, ikan karper, ikan nila dan udang payau.
Berdasarkan sebaran NTP antar wilayah, BPS mencatat 32 provinsi mengalami kenaikan NTP, dengan peningkatan tertinggi di Provinis Bangka Belitung sebanyak 4,60 persen. Adapun NTP dengan penurunan terdalam terjadi pada petani di Kalimantan selatan yang turun 0,62 persen.
NTP merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani karena mengukur kemampuan produk atau komoditas yang dihasilkan atau dijual petani dibandingkan dengan produk yang dibutuhkan petani baik untuk proses produksi maupun untuk konsumsi rumah tangga petani.