Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi November 2024 sebesar 1,55 persen (year-on-year/yoy), turun dari capaian Oktober sebesar 1,71 persen yoy.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menanggapi turunnya inflasi tersebut, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti meminta pemerintah menjaga kestabilan harga pangan serta menunda kebijakan kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN 12 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Senin, 2 Desember 2024, Esther menilai kinerja inflasi itu berpotensi membuat pendapatan riil menurun akibat melemahnya kemampuan konsumsi. Risikonya, pertumbuhan ekonomi berpotensi melambat.
Adapun langkah yang bisa diambil pemerintah untuk menjaga stabilisasi harga, menurut dia, mencakup tiga hal.
Pertama, menjaga ketersediaan pangan. Kedua, memastikan distribusi pangan lancar. Ketiga, menunda penyesuaian tarif PPN yang direncanakan naik menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025.
Senada dengan Esther, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai perlu ada evaluasi kebijakan untuk menjaga tingkat inflasi, termasuk soal PPN 12 persen.
Selain itu, juga dibutuhkan suntikan stimulus yang bisa memulihkan daya beli masyarakat.
Dia berpendapat inflasi tahunan sebesar 1,55 persen terbilang kecil. Bila kondisi inflasi yang rendah ini terus berlanjut, dikhawatirkan ekonomi akan mengalami pertumbuhan yang lebih lambat. Bahkan, target pertumbuhan ekonomi 5 persen pada kuartal IV-2024 disebutnya cukup menantang untuk dicapai.
“Sekarang tantangan yang terbesar adalah jangan sampai inflasi yang rendah berbalik meningkat bukan karena disebabkan kenaikan daya beli masyarakat, tetapi disebabkan kebijakan fiskal yang mendorong harga-harga barang dan jasa yang meningkat signifikan tahun depan. Ini yang harus dijaga pemerintah,” tuturnya.
Meski inflasi tahunan melambat, inflasi bulanan tercatat meningkat, yakni sebesar 0,30 persen (month-to-month/mtm) dari sebelumnya 0,08 persen mtm pada Oktober.
Sementara inflasi tahun kalender tercatat sebesar 1,12 persen (year-to-date/ytd).
Sebelumnya, Indonesia mengalami deflasi selama 5 bulan berturut-turut sampai September 2024. Badan Pusat Statistik mencatat deflasi pada September 2024 secara bulanan sudah menyentuh level 0,12 persen atau naik 0,9 persen dibanding pada bulan sebelumnya.
Namun pada Oktober terjadi inflasi 0,08 persen atau 1,77. persen yoy.
Rokok Pendorong Terbesar Inflasi November
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti menyatakan bahwa tingkat inflasi tahunan pada November 2024 sebesar 1,55 persen. “Terjadi peningkatan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 104,71 pada November 2023 menjadi 106,33 pada November 2024,” ujarnya, di Jakarta, Senin.
Berdasarkan kelompok pengeluaran, inflasi tahunan didorong oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan inflasi sebesar 1,68 persen dan memberikan andil 0,48 persen terhadap inflasi umum.
Komoditas dengan andil inflasi terbesar pada kelompok ini adalah Sigaret Keretek Mesin (SKM) dengan andil 0,13 persen, beras dan bawang merah masing-masing memberikan andil 0,11 persen. Komoditas lain yang juga memberikan andil inflasi cukup besar adalah kopi bubuk 0,10 persen, minyak goreng 0,09 persen, tomat dan bawang putih masing-masing 0,06 persen, dan daging ayam ras 0,05 persen.
Di luar kelompok makanan, minuman, dan tembakau, komoditas lain yang memberikan andil cukup signifikan adalah emas perhiasan dan nasi dengan lauk masing-masing 0,06 persen.
Inflasi tahunan pada November 2024 juga terjadi pada seluruh komponen, mulai dari komponen inti yang mengalami inflasi tahunan sebesar 2,26 persen.
Komponen ini memberikan andil inflasi terbesar yakni 1,44 persen dengan dominasi komoditas antara lain dari emas perhiasan, kopi bubuk, minyak goreng, nasi dengan lauk, dan sewa rumah.
Untuk komponen harga diatur pemerintah, mengalami inflasi tahunan 0,82 persen dengan memberikan andil inflasi sebesar 0,16 persen. Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi adalah SKM, sigaret keretek tangan, dan sigaret putih mesin.
Pada komponen harga bergejolak, mengalami deflasi sebesar 0,32 persen dengan andil deflasi 0,05 persen. Komoditas yang dominan memberikan andil deflasi adalah cabai merah dan cabai rawit.
“Secara tahunan, seluruh provinsi mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Papua Tengah yaitu sebesar 4,35 persen, sedangkan inflasi terendah terjadi di Kepulauan Bangka Belitung yang sebesar 0,22 persen,” ujarnya.
Pilihan Editor Luhut Khawatir Perkembangan AI Bakal Gantikan Peran Manusia