Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Jokowi tidak akan membahas perpanjangan izin konsentrat tembaga PT Freeport Indonesia, meskipun direkturnya mengingatkan Indonesia bisa kehilangan Rp30 triliun.
Jokowi mengatakan pemerintah mengutamakan proses negosiasi penambahan saham serta perpanjangan kontrak PT Freeport dan regulasinya. Saat ini Indonesia menguasai 51 persen saham Freeport Indonesia melalui PT Inalum. Indonesia mengincar 10 persen lagi, sehingga bisa menguasai 61 persen saham.
"Ini negosiasinya dirampungkan dulu baru ngurus yang selanjutnya," kata Jokowi ditemui usai acara di kawasan Ancol, Jakarta Utara, Kamis, 28 Maret 2024. "ya namanya negosiasi kan udah lama ini. Alot, alot banget."
Para petinggi Freeport menemui Jokowi di Istana pada Kamis, 28 Maret 2024 dipimpin Chairman & CEO Freeport McMoran Richard C Adkerson didampingi CFO Freeport-McMoran Kathleen L. Quirk dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas.
Belum diungkap apa pembicaraan mereka, namun seusai bertemu Jokowi, Tony Wenas bicara izin ekspor konsentrat tembaga yang akan berakhir pertengahan tahun ini. Ia mengatakan, jika tidak memperpanjang izin. pemerintah akan kehilangan pemasukan US$ 2,2 miliar atau sekitar Rp 30 triliun.
Namun Tony mengaku tidak membahas masalah ekspor konsentrat dalam pertemuan dengan Jokowi. "Itu kan pembicaraan lewat level menteri. Masa sama presiden. Nanti aja, nanti tanya menteri," kata Tony.
Sebelumnya, dalam wawancara dengan Tempo, Tony menjelaskan kalau tidak ada relaksasi izin ekspor konsentrat, Freeport bakal menurunkan angka produksi. Misalnya produksi tembaga yang awalnya bisa 1,7 miliar pound akan berkurang menjadi 1,4 miliar pound. Produksi emas yang bisa mencapai 2 juta ons akan berkurang menjadi 1,6 juta ons.
Divestasi Saham Freeport Jilid II
Pemerintah Indonesia sedang berusaha menguasai 61 persen saham Freeport Indonesia. Saat ini, pemerintah menguasai 51 persen saham melaui PT Inalum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan pemerintah Indonesia bisa menjadi pemilik saham terbesar perusahaan tambang PT Freeport Indonesia dengan memiliki saham sebesar 61 persen.
Ia menjelaskan, kenaikan kepemilikan saham dari semula 51 persen menjadi 61 persen itu didapatkan usai Revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara diselesaikan.
"Kita sudah rapat terbatas, dan kita akan percepat proses keputusannya. Jadi PP 96 ini kita melakukan penyesuaian-penyesuaian, percepatan-percepatan dalam rangka memberikan kepastian investasi yang berkelanjutan," kata Bahlil dalam konferensi pers di Jakarta, Senin, 18 Maret 2024, seperti dikutip dari Antara.
Bahlil menyebutkan penyesuaian oleh pemerintah dalam PP 96 untuk mengakuisisi Freeport tersebut adalah dengan mengubah syarat perpanjangan kontrak perusahaan. Hal ini untuk memaksimalkan keuntungan yang didapat Indonesia.
Presiden Jokowi berharap revisi peraturan pemerintah rampung Juni. "Ini regulasinya rampung dulu baru negosiasinya bisa segera difinalkan, tapi saya melihat tadi saya targetkan enggak sampai Juni lah. Secepatnya. Kalau bisa secepatnya paling lambat Juni," kata Jokowi.
Divestasi saham Freeport Indonesia yang pertama terjadi pada Desember 2018 ketika 51,2 persen saham perusahaan dibeli 3,85 miliar dollar AS oleh PT Inalum, sebuah BUMN di bisang pertambangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DANIEL A. FAJRI | ANTARA
Pilihan Editor Menghitung Jumlah THR Ojol jika Wajib Dibayarkan, Bisa Capai Puluhan Triliun?