Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keinginan Presiden Joko Widodo menghentikan impor gula, seperti yang pernah disampaikan pada masa kampanye lalu, tampaknya belum bisa segera direalisasi. Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengatakan pemerintah akan lebih dulu membangun pabrik gula baru, sehingga bisa mengolah gula tebu menjadi gula rafinasi. Pabrik tua yang ada sekarang harus ditutup. "Ganti dengan yang baru," katanya. Didampingi empat pejabat eselon I Kementerian Perdagangan, Rachmat Gobel menjawab pertanyaan Amirullah, Iqbal Muhtarom, dan Pingit Aria dari Tempo, 11 Desember lalu, di kantornya.
Pemerintah diminta menyetop impor gula?
Kami tidak akan grusa-grusu menyetop impor raw sugar. Sebab, ini kepentingannya untuk pabrik gula rafinasi. Kalau pabriknya tidak jalan, siapa yang rugi? Pabrik gula yang ada sekarang tidak bisa memproses gula rafinasi. Gula lokal jenisnya beda dan tidak bisa diolah menjadi rafinasi.
Ada laporan, gula petani menumpuk karena tak bisa diserap gara-gara gula rafinasi yang merembes ke pasar?
Tebu itu musim gilingnya enam bulan dalam setahun, dari Mei hingga Oktober. Setelah digiling lalu masuk ke gudang. Saat ini produksi 2,5 juta ton, konsumsi setiap bulan rata-rata 200 ribu ton. Ya, itu harus disimpan. Kalau enggak, supply untuk November-April dari mana?
Mengapa sampai terjadi rembesan gula impor di pasar?
Raw sugar impor yang sudah menjadi gula rafinasi, selain masuk ke industri makanan-minuman, masuk ke industri makanan-minuman kecil melalui distributor, sub-distributor, dan pengecer. Gula untuk industri besar ada kontraknya, bisa kami kontrol. Sedangkan yang untuk industri kecil ini tidak bisa dikontrol. Nah, ini yang sebagian merembes ke pasar.
Lalu mengapa pabrik gula rafinasi justru mengaku kehabisan stok?
Speed mereka terlalu tinggi pada awal tahun. Kapasitas produksinya dikebut, lalu di tengah jalan kosong dan sekarang kehabisan stok. Mereka berharap mendapat tambahan kuota pada akhir tahun.
Kementerian sudah mengaudit kebutuhan gula rafinasi tahun ini?
Berdasarkan data, konsumsi gula rafinasi industri makanan-minuman kecil 400 ribu ton. Tapi, dari hasil verifikasi Sucofindo, gula rafinasi yang beredar mencapai 600 ribu ton. Peredaran gula lewat distributor ini yang akan kami kendalikan.
Berapa kuota impor raw sugar tahun depan?
Akan kami sesuaikan dengan kontrak antara pabrik gula rafinasi dan industri makanan dan minuman. Auditnya sudah selesai, nanti kami periksa lagi. Baru setelah itu kami umumkan.
Masalah rembesan gula rafinasi ini selalu berulang?
Nantinya pabrik gula harus terintegrasi dengan lahan tebu. Kami akan membangun pabrik gula yang memproses gula rafinasi, baik untuk kebutuhan industri makanan-minuman maupun konsumen.
Petani mengeluh gulanya tidak bisa terjual?
Kalau tebu sudah digiling, yang punya siapa? Kan, pedagang? Kalau petani, begitu giling, langsung lelang. Petani tidak bisa menyangga stok sebanyak itu. Ini juga permainan pedagang. Mereka main di dua kaki, mereka impor juga.
Ada lagi keluhan soal harga yang di bawah harga pokok penjualan (HPP)?
Kalau HPP kami naikkan, lama-lama kita tidak punya daya saing. Pabrik (BUMN) yang ada tidak bisa memperbaiki diri, terus minta dilindungi. Padahal tidak efisien dan tidak produktif. Rendemen mereka rendah, tapi minta stop impor, lama-lama habis kita. Kalau HPP kami naikkan, nanti yang untung pabrik gula swasta yang lebih efisien dan produktif.
Pabrik gula BUMN minta diberi kuota impor untuk menggerakkan pabrik?
Tugas mereka bukan untuk mendapatkan kuota impor, melainkan hanya mengolah gula tebu. Kalau mereka juga minta kuota impor, itu berarti mereka tidak membangun industri dalam negeri. Pelaku industri tidak begitu bicaranya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo