Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERINGATAN itu tampak mencorong. Bertulisan huruf-huruf tebal, Securities Commission dalam situs resminya mewanti-wanti agar masyarakat di Malay-sia tidak berinvestasi di perusahaan-perusahaan yang tak mengantongi izin darinya. Sederet perusahaan yang mesti diwaspadai terpampang rapi berdasarkan urutan abjad, lengkap dengan alamat kantor dan situsnya.
Hebatnya lagi, situs badan pengawas pasar modal Malaysia itu terhubung dengan situs lembaga serupa di sejumlah negara, seperti Belanda, Australia, Hong Kong, Singapura, dan Inggris. Dengan sistem online ini, perusahaan yang masuk ”daftar hitam” atau sekurang-kurangnya mesti diwaspadai di tiap negara itu pun bisa langsung dilihat.
Beberapa situs, seperti pada Australian Securities and Investment Commission (ASIC) dan Monetary Authority of Singapore (MAS), bah-kan memaparkan cerita patgulipat perusahaan investasi asing saat mengeruk dana publik. Lengkap dengan modus yang biasa dijalankan, dan pelajaran yang bisa dipetik. ”Ini menunjukkan keseriusan mereka memberikan edukasi kepada masyarakat,” kata Roland Haas, bankir investasi kawakan asal Belanda.
Bagaimana dengan Indonesia? Sungguh menyedihkan. Boleh dibilang, tidak ada yang serius mengelola situs peringatan dini seperti itu. Karena itulah meski pada situs investor alert lembaga-lembaga tadi ada kanal menuju situs Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan Lembaga Keuangan Indonesia, halaman situs ini tidak bisa diakses.
Di tengah maraknya serbuan produk investasi asing ke Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, jelas, kondisi ini sangat mengkhawatirkan. Hal itu diperparah dengan kebiasaan masyarakat Indonesia yang mudah terbuai oleh janji-janji palsu. Belum lagi soal penegakan hukum yang masih melempem. Semua celah inilah yang kemudian dimanfaatkan para pengelola dana dari luar negeri untuk mendulang duit dari publik Indonesia.
Melihat kenyataan ini, Roland meminta Bapepam dan Lembaga Keuangan lebih proaktif. Misalnya, mencantumkan daftar perusahaan investasi, baik asing maupun lokal, yang belum terdaftar di lembaga itu. Langkah lainnya, melakukan verifikasi terhadap setiap produk investasi yang ditawarkan. Ini lazim dilakukan oleh lembaga pengawas pasar modal atau lembaga keuangan di negara-ne-gara maju.
Roland juga menyarankan setiap agen pemasaran dan perusahaan yang menawarkan produk investasi tercatat di Bapepam. Alasannya, para agen itu melakukan pemasaran secara massal untuk menghimpun dana publik.
Persoalannya, hingga kini belum ada payung hukum yang jelas-jelas mengatur soal produk investasi asing dan lembaga negara mana yang harus mengawasinya. Itu sebabnya, tak mengherankan ”lempar bola” antarinstansi pun kerap terjadi. ”Karena tidak dipasarkan di pasar modal, bukan yurisdiksi kami untuk mengawasi,” kata Ro-binson Simbolon, Kepala Biro Perundang-undangan dan Bantuan Hukum Bapepam-LK.
Suara senada datang dari Bank Indonesia. Oey Hoey Tiong, Deputi Direktur Direktorat Hukum BI, mengatakan, institusinya juga tidak berhak mengawasi produk-produk investasi nonbank. ”Yang memberi izin, yang harus mengawasi,” ujarnya.
Jika itu soalnya, beban tanggung jawab diarahkan pada Departemen Perdagangan, sebab lembaga inilah yang biasanya mengeluarkan izin usaha perdagangan kepada para penjual produk investasi. Persoalannya, setelah izin keluar, tidak ada pengawasan atas produk yang dijajakan. Karena itu, kata Oey, ”Seharusnya tidak ada otoritas di luar BI dan Bapepam yang boleh memberikan izin.”
Oey boleh saja berikhtiar, tapi masalahnya, kewenangan yang dipunyai BI dan Bapepam-LK tidak seluas yang dimiliki Monetary Authority of Singapore, Securities Commission di Malaysia, atau Australian Securities and Investment Commission. ”Di Malaysia, semua produk investasi diatur dalam satu wadah,” kata Djoko Hendratto, Kepala Biro Pengelolaan Investasi Bapepam.
Djoko cuma bisa mengimbau agar masyarakat tidak tergiur pada tawaran investasi yang tidak masuk akal. Lembaganya juga sudah mencantumkan perusahaan mana saja yang sudah mengantongi izin di situs Bapepam-LK. Dengan cara itu, masyarakat bisa melihat apakah perusahaan yang memasarkan sebuah produk investasi terdaftar atau tidak di Bapepam. ”Bila namanya tidak ada, ya jangan dibeli,” kata Djoko.
Yandhrie Arvian
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo