Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PANIK tiba-tiba menyergap Agung Laksono, awal Maret lalu. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat ini kaget bukan kepalang ketika tahu kantor PT Wahana Bersama Globalindo di gedung BRI II di kawasan Sudirman, Jakarta, telah disegel polisi. Penutupan Wahana sebuah berita buruk baginya. Sebab, dalam beberapa tahun belakangan, miliaran rupiah sudah digelontorkannya untuk membeli produk investasi Dressel Investment Ltd., yang dipasarkan Wahana.
Berapa nilai investasinya, Agung enggan menyebutkan. Namun, dalam data yang diperoleh Tempo, tertera dana investasi Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini mencapai US$ 1,2 juta (sekitar Rp 10,8 miliar). Itu sebabnya, ketika berita kisruh Wahana mampir ke kupingnya sore itu, ia langsung menyambar telepon dan mengontak sang istri.
Sebulan sebelumnya, Agung telah memanggil Krisno Abiyanto Soekarno, Presiden Direktur Wahana, ke kantornya. Pemanggilan dipicu oleh adanya laporan dari keluar-ga dan rekan-rekan pengusaha bahwa pembayaran bunga investasi mulai seret. Agung pun kemudian mendamprat bekas pengurus pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) itu. Krisno, yang juga seorang pandita Buddha, diminta bertanggung jawab. Namun kewajiban belum dituntaskan, ia keburu kabur tak berbekas.
Dressel merupakan lembaga investasi yang didirikan di British Virgin Islands. Sejak masuk ke Indonesia 10 tahun silam, mereka telah berhasil menjaring sekitar 10 ribu nasabah. Dana yang dihimpun mencapai US$ 385 juta atau sekitar Rp 3,5 triliun. Untuk kawasan Jakarta saja, tak kurang dari 4.000 investor dengan nilai investasi sekitar US$ 140 juta atau Rp 1,2 triliun. Nasabah lain tersebar di Medan, Bandung, Semarang, Surabaya, Makassar, dan Manado.
Dengan dana investasi minimal US$ 5.000 (sekitar Rp 45,5 juta), umumnya nasabah Dressel adalah pemilik uang menganggur puluhan juta hingga miliaran rupiah. Setiap tahunnya bunga yang dinikmati 24-28 persen. Bunga tinggi ini jelas menggiurkan. Bandingkan dengan bunga deposito dolar yang hanya 3-4 persen per tahun.
Persoalannya, sejak November lalu, dimulai dari Surabaya, pembayaran bunga mulai seret. Ribuan investor kelimpungan. Nasabah di Jakarta tak bisa lagi menarik simpanan pokoknya sejak dua bulan lalu. Akibat kekisruhan ini, hampir semua kantor Wahana disegel. Dua direkturnya, Paimin Landung dan Ganang Rindarko, telah ditahan Kepolisian Daerah Metro Jakarta atas tuduhan penipuan. Nasib serupa dialami Kepala Cabang Wahana di Surabaya, yang kini meringkuk di penjara (Tempo, 26 Februari dan 12 Maret 2007).
Dalam urusan menggaet nasabah, Dressel memang superagresif. Para staf pemasaran yang tergabung dalam Wahana giat membidik kaum berduit di kota besar di Indonesia. Dengar saja penuturan Sjenny Jeane. Selama tiga tahun terakhir, ia sibuk menyambangi gedung mentereng, rumah mewah, dan lapangan golf di seantero Jakarta. "Referensi kawan dekat adalah senjata utama kami menembus petinggi," katanya.
Usahanya tak sia-sia. Dalam tiga tahun, Sjenny berhasil menggaet sekitar 50 nasabah kakap. Otto Cornelis Kaligis salah satunya. Pengacara kondang bertarif hingga Rp 50 juta per jam ini mulai menjadi nasabah Dressel sejak Juni 2005.
Semula mantan bankir itu ragu melihat tawaran Dressel. "Tidak masuk akal. Sebab, bunga dolar AS di bank cuma 4 persen," ujarnya dua pekan lalu. Namun benteng pertahanannya bobol juga setelah diyakinkan bahwa produk ini terbukti aman, karena sudah dipasarkan sejak 1997. Apalagi produk ini ditawarkan oleh koleganya yang sama-sama berasal dari Manado. "Ya, tentu saya percaya," katanya.
Keyakinannya bertambah setelah terbukti pembayaran bunga berjalan lancar. Karena itu, bukan hanya menambah investasi dari US$ 5.000 menjadi US$ 25 ribu, ia pun mengajak sejumlah koleganya ikut bergabung.
Begitulah Dressel terus menjalar di kalangan para tokoh, mulai dari polisi, tentara, pejabat, pengusaha, politisi, artis, pengacara, agamawan, pers, hingga duta besar. Bahkan tak sedikit duit yayasan atau perusaha-an yang ikut terjebak macet di sana.
Dalam daftar nasabah yang diperoleh Tempo, dari kalangan politisi, selain Agung yang juga menjadi korban Dressel adalah Andi Mattalata dan Theo L. Sambuaga. Nama beken lainnya yang masuk daftar adalah Iwan Fals, Mira Lesmana, dan Goenawan Mohamad (lihat tabel).
Theo membantah menaruh duit di sini. Sedangkan Andi Mattalata dan Rosana, istri Iwan Fals, mengaku sudah menarik dananya. Sebaliknya, Mira dan Goenawan belum sempat mengambil dolar yang telanjur kecemplung. "Tapi saya mungkin sudah untung karena ikut selama 10 tahun," ujar Goenawan. Mira, yang belum lama ikut, trauma melihat uangnya tiba-tiba menguap. "Saya kapok, tidak akan ikut-ikutan lagi," kata produser film Petualangan Sherina itu.
Yang cukup mengagetkan, serbuan Dressel juga menjebol benteng kalkulasi para elite ekonomi. Sebut saja Emir Moeis, Ketua Panitia Anggar-an DPR, dan Isakayoga, mantan Direktur Utama Bursa Efek Surabaya. Isakayoga mengaku telah memikirkan-nya masak-masak. "Ini bagian dari diversifikasi investasi," ujarnya. "Kalau sekarang macet, ya jadi pengalaman berharga."
Emir pun sebetulnya sudah minta masukan dari dua perusahaan investasi milik pemerintah: PT Danareksa dan PT Bahana, serta Badan Pengawas Pasar Modal. Namun, kata orang dekat Emir, anggota DPR dari PDI Perjuangan ini tetap ngotot ikut serta kendati tak disaran-kan. "Sekarang dia sadar bahwa dirinya salah langkah," katanya.
Apa mau dikata? Nasi sudah menjadi bubur. Namun sejumlah nasabah belum menyerah. Sekitar 120 nasabah di Bandung menunjuk pengacara Lukas Budiono sebagai kuasa hukum. Langkah serupa dilakukan 170-an investor Jakarta yang menunjuk Kaligis sebagai kuasa hukum. Kedua kelompok ini sudah melapor ke polisi. "Kami minta polisi menyita aset pimpinan Wahana," kata Lukas.
Sebagian besar nasabah kini juga bergabung dalam Crisis Center Jakarta, yang dibentuk sejak bulan lalu. Pusat krisis yang menghimpun 5.000-an nasabah dari berbagai daerah ini pun te-rus bergerak, termasuk menyurati Kedutaan Besar Amerika. "Kami juga akan menyewa ahli pelacak aset Dressel di luar negeri," ujar Janto Wijaya, juru bicara Crisis Center, pekan lalu.
Heri Susanto, Retno Sulistyowati, Rinny Srihartini (Bandung), Kukuh S Wibowo (Surabaya), Sahat Simatupang (Medan)Kepincut Bunga Selangit
BERJARAK ribuan kilometer dari Indonesia tak membuat Dressel Investment Limited yang didirikan jauh di British Virgin Islands kehilangan daya tarik. Lembaga investasi asing ini berhasil memikat artis, seniman, politikus, pengusaha, pengacara, hingga pejabat negara melalui bunga tinggi yang ditawarkannya. Berikut ini sebagian tokoh yang ikut masuk dalam daftar panjang korban Dressel.
Heri Susanto, Retno Sulistyowati, Agoeng Wijaya
Pejabat/ Mantan Pejabat
Sayidiman SuryohadiprojoMantan Duta Besar Bambang Wahyudi Mantan anggota BPK Mukrom As'ad Mantan anggota BPK Syaukani Bupati Kutai KartanegaraBasofi Soedirman Mantan Gubernur Jawa Timur Dr. Herman Haeruman Mantan Deputi BappenasDr. Dedi M.M. RiyadiMantan Deputi BappenasSugito Suwito Mantan Kepala BPS
Anggota DPRAgung Laksono Ketua DPRTheo L. Sambuaga Anggota DPR Emir Moeis Anggota DPR Andi Mattalata Anggota DPR
AKADEMISI/ROHANIAWAN Dr. Ing. Ivan A. Hadar Peneliti Prof. L.W. Sondakh Phd. Rektor Universitas Sam RatulangiArthur M. Sitorus PendetaH.L. Senduk Pendeta
Pemilik/ Direktur PerusahaanSukamdani Sahid Pemilik Grup Sahid Isakayoga Mantan Dirut Bursa Efek Surabaya Mustiko Saleh Mantan Wakil Dirut PertaminaWally A. Saleh Vice President Shell Indonesia
ProfesionalOtto Cornelis KaligisPengacara Rosihan Anwar Wartawan Fikri JufriWartawanMoh. Sarengat Atlet
Artis/ Seniman/ BudayawanIwan Fals Penyanyi Mira Lesmana Produser FilmRivai (Riri) Riza Sutradara Peggy Melati Sukma Bintang Sinetron Bianca Adinegoro Model Ashraf Sahab Penyanyi Goenawan Mohamad Budayawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo