Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kabar tentang pencopotan jabatan beberapa anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih hangat diperbincangkan publik. Seperti yang banyak disiarkan, hal tersebut terjadi lantaran istri mereka yang nyinyir tentang kasus penusukan Wiranto di media sosial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Melansir dari situs Psychology Today, ucapan negatif di media sosial bisa disebabkan oleh banyak hal. Salah satunya dari segi unjuk gigi karena status sosial yang tinggi. Psikolog dari Universitas Texas di Amerika Serikat, William Lynch, mengatakan bahwa mereka merasa lebih superior sehingga bebas mengatakan apapun juga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Mereka bisa saja kaya atau populer. Ini menjadi senjata untuk melontarkan kalimat negatif dan menjatuhkan orang lain yang lebih rendah derajatnya dibanding mereka,” katanya.
Alasan lain juga bisa berupa kerinduan akan hiburan. Lynch mengatakan bahwa banyak orang merasa bosan dengan waktu senggang. Untuk mencari kebahagiaan di era teknologi ini, mereka pun menggunakan media sosial untuk mengintimidasi orang lain.
“Mereka tertarik untuk bersenang-senang dan menertawakan orang lain. Jika korban merespons, justru menjadi tanggapan terbaik bagi mereka,” jelasnya.
Terakhir, mereka yang sering melontarkan kalimat negatif di media sosial bisa disebabkan oleh keinginan untuk balas dendam. Lynch menjelaskan bahwa terkadang banyak orang yang menyaksikan korban intimidasi. Karena merasa tidak ada cara lain untuk mengejar keadilan, mereka pun membalas dendam dengan melakukan hal serupa. Sayangnya, ini bukan hal yang benar untuk dilakukan.
“Karena ini hanya akan melanggengkan siklus intimidasi dan ketakutan yang sama,” katanya.