Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mencabut izin usaha fintech peer to peer (P2P) lending PT Tani Fund Madani Indonesia (TaniFund), karena tidak memenuhi ketentuan ekuitas minimum dan tidak melaksanakan rekomendasi pengawasan otoritas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
The Development of Information and Communication Technology (ICT) Indonesia buka suara soal pencabutan izin usaha TaniFund itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Eksekutif ICT Indonesia Heru Sutadi mengatakan pemberi dana atau lender harus hati-hati jika ingin berinvestasi di platform pinjaman online berbasis P2P. “Jangan tergiur dengan pengembalian uang yang besar tapi kemudian, uang kita amblas karena tidak dapat dikembalikan peminjam sesuai dengan perjanjian,” kata dia dihubungi Jumat, 10 Mei 2024.
Fintech P2P lending merupakan platform yang mempertemukan pemberi pinjaman (lender) dan peminjam (borrower).
Heru menambahkan pemberi dana harus mempelajari dengan benar bagaimana mekanisme platform memberikan pinjaman, bagaimana platform memilih yang diberikan pinjaman, karena berpengaruh ke pengembalian dana. Ia menilai selama ini mekanisme skor kredit atau credit scoring dari Fintech P2P lending masih lemah sehingga banyak yang gagal bayar.
Credit scoring adalah sebuah penilaian yang dijadikan dasar pertimbangan bagi pemberi pinjaman sebelum menyalurkan dana pinjaman ke peminjam. Di berbagai jasa keuangan banyak dipakai untuk menilai kemampuan bayar peminjam, seperti pengecekan sudah berutang ke mana saja.
Selanjutnya: Menurut Heru, ada yang salah dengan layanan Fintech P2P lending....
Menurut Heru, ada yang salah dengan layanan Fintech P2P lending jika nilai gagal bayarnya cukup besar. “Filter tidak dilakukan dengan baik, karena semua yang mengajukan kredit atau pinjaman online dengan mudah bisa mendapatkannya,” ujarnya.
Pada akhirnya risiko besar ditanggung lender karena platform tidak memberikan informasi bagaimana mereka melakukan filtering. Menurut Heru, bunga Fintech P2P lending memang tinggi tinggi, tapi lender juga perlu diingatkan risiko tinggi gagal bayarnya. Ia mengibaratkan uang dari pemberi pinjaman seperti diletakkan di meja judi. Bisa dikembalikan tapi potensi tidak mendapat keuntungan juga besar.
Yang dirugikan dari tingginya kredit macet adalah para lender. Data terakhir OJK memaparkan total kredit macet atau tingkat wanprestasi di atas 90 hari (TWP90) P2P lending pada Februari 2024 mencapai Rp 1,79 triliun atau meningkat dibanding bulan sebelumnya yang sebesar Rp 1,78 triliun.
TWP90 P2P Lending secara keseluruhan berada di angka 2,95 persen. Adapun ambang batas yang ditetapkan adalah 5 persen. Namun beberapa perusahaan pinjaman online memiliki TWP90 melebihi batasan, seperti yang terjadi pada TaniFund.
Dikutip dari laman PT TaniFund disebutkan TWP90 perusahaan mencapai 36,07 persen. Artinya, tingkat kredit macet atau gagal bayarnya sebesar 63,93 persen. TaniFund mengklaim akan terus berkomitmen untuk melakukan mediasi serta ikut berperan aktif dalam menyelesaikan tanggung jawab borrower kepada para lender.
Pilihan Editor: BPDPKS dan Kementerian ESDM Bahas Energi Bersih Biodiesel B35